Pekerja menggali saluran air bersih di Rumah Susun Sederhana Sewa Kaligawe, Semarang, Senin (7/12). Rencana pemerintah mengoperasikan Rusunawa pada Januari 2010, terkendala akibat kerusakan fasilitas air dan listrik. TEMPO/Budi Purwanto
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelola Rumah Susun Sederhana Sewa (rusunawa) Wilayah I Dinas Perumahan DKI Jakarta, Kusnindar, mengatakan banyak penguni rusunawa Marunda Jakarta Utara yang menunggak retribusi alias uang sewa walau mereka sudah menghuni sekitar lima tahun. Menurut dia, hingga tahun ini para penghuni rusunawa Marunda telah menunggak membayar retribusi yang besarnya mencapai Rp 2,3 milyar.
“Tunggakan ini merupakan akumulasi tunggakan baik penghuni terprogram ataupun sewa selama kurang lebih 5 tahun,” kata Kusnindar ketika ditemui Tempo, Jumat, 19 Oktober 2012.
Meski tak menyebut detailnya, Kusnindar mengatakan tunggakan tersebut berasal dari 410 unit rusunawa Marunda. Rusun yang terdiri empat blok yang memiliki 700 unit rumah.
Menurut Kusnindar saat ditarik penghuni kerap beralasan tidak punya uang. Padahal, kata Kusnindar,UPT sudah sering memberi keringanan dan toleransi kepada penghuni agar membayar tunggakan secara menyicil atau terlambat. "Tapi mereka malah keenakan," ujarnya.
Untuk menangani masalah tunggakan ini, Kusnindar telah menyusun operasi khusus yang diberi nama Operasi Senyum. Dalam operasi ini, UPT menerjukan pegawainya yang cantik dan ramah untuk menagih para penunggak. “Harapannya penunggak akan luluh hatinya dan merasa malu kalau tak membayar tunggakan retribusi,” ujarnya.
Retribusi di rusunawa Marunda berbeda antara penghuni umum dan terprogram. Penghuni terprogram berkewajiban membayar retribusi Rp128 ribu-Rp159 ribu. Sedangkan untuk yang umum Rp 304 ribu-Rp 371 ribu. Kamis lalu, 18 Oktober 2012, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo meninjau rumah susun ini dan memerintahkan UPT untuk memperbaiki kerusakan yang ada di rumah susun tersebut. Saat berkunjung ke sana, para penghuni menyampaikan keluhan kepada Jokowi ihwal tarif air yang dianggap mahal, pintu copot, cat mengelupas, dan terbatasnya akses transportasi.