Seorang penghuni membersihkan lingkungan sekitar kediamannya di Rusun Marunda, Jakarta, Rabu (9/1). TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Warga Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Marunda, Jakarta Utara, mengeluhkan sulitnya memperoleh informasi mengenai data penghuni dan fasilitas yang tersedia di sana.
“Saya tidak tahu alasannya. Hanya minta data penghuni saja tidak bisa dan tidak pernah diberikan,” ujar Ketua Rukun Warga 07 Marunda, Aman Bogor, saat dikonfirmasi, Selasa pagi, 29 Januari 2012.
Keterbukaan informasi pihak pengelola cukup penting bagi warga untuk mengetahui program kerja atau pelayanan yang akan memberikan pengelola. Namun, akibat akses yang tertutup, tidak sedikit warga rusun yang buta informasi. “Saya saja tidak tahu berapa orang yang akan pindah ke rusun ini. Padahal, sebagai Ketua RW itu penting,” ujar Aman.
Sejak pertama kali dibuka 2007, Rusunawa Marunda diperuntukkan bagi warga Jakarta berpenghasilan menengah ke bawah. Namun kenyataannya, banyak unit rusun yang jatuh ke tangan mereka yang tak berhak, lalu disewakan lagi kepada warga miskin.
Selain proses pembagian unit yang tak transparan, banyak informasi yang berkenaan dengan pelayanan kepada warga, seperti biaya pemeliharaan gedung, daftar penghuni, hingga program kerja yang dilakukan pengelola untuk penghuni tak pernah disosialisasikan. Bahkan, kegiatan yang sifatnya bantuan dari luar pun enggan dibicarakan dengan pengurus warga. “Kalau ada bantuan, mana ada kami diajak bicara. Padahal, bukan mau minta, tapi kami perlu untuk mengetahuinya,” ujar Aman Bogor.
Akibat tertutupnya akses informasi dari pihak pengelola, tak mengherankan rencana relokasi warga korban banjir yang tengah dijalankan pemerintah DKI tak banyak diketahui warga. “Tiba-tiba saja datang ratusan warga, padahal belum ada perbaikan dari pihak pengelola,” ujarnya.