Diketahui kemudian, Jamal Bin Jamsuri, 37 tahun, sopir angkot U10 yang dinaiki mahasiswi Universitas Indonesia, Annisa Azward, ternyata sopir tembak. Jamal sempat membawa Annisa ke rumah sakit saat kejadian tersebut. TEMPo/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, menilai langkah polisi sudah tepat saat menetapkan Jamal bin Jamsuri, 37 tahun, sopir angkutan kota U-10 Tanah Pasir-Sunter, sebagai tersangka dalam kasus kematian Annisa Azwar pada Ahad dinihari lalu. "Unsur kelalaian dalam kasus ini memang sangat terlihat," kata Neta, Senin, 11 Februari 2013.
Menurut Neta, unsur kelalaian yang paling menonjol adalah sopir tidak berhenti meski tahu Annisa salah memilih angkutan saat hendak ke Pademangan, Jakarta Utara. Neta menilai tidak ada alasan bagi Jamal untuk tetap melanjutkan perjalanan ketika tahu penumpangnya salah tujuan. Apalagi alasan jalanan macet yang sempat dijadikan pembelaan. Untuk itu, Neta meminta polisi untuk menyelidiki kasus ini guna melihat apakah ada kemungkinan rencana penculikan.
Polisi menganggap Jamal telah mengemudi secara tidak wajar dan lalai yang mengakibatkan mahasiswi Universitas Indonesia itu menderita luka berat setelah nekat melompat dari angkot yang dikemudikannya, Rabu lalu. Annisa jatuh karena meloncat saat mobil tengah dipacu secepat 40 kilometer per jam di jalan layang Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat. Annisa meloncat karena mengira dirinya hendak diculik Jamal.
Jamal disangka melanggar Pasal 283 juncto Pasal 310 Ayat 3 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman hukuman penjara hingga 5 tahun.
Meski sopir layak dijadikan tersangka, Neta melihat ada hal yang dapat meringankan hukuman Jamal, yakni niat dia membantu korban ketika jatuh. Bahkan, Jamal mengantar korban ke rumah sakit. “Ini bisa dijadikan polisi atau nanti hakim di pengadilan untuk meringankan hukuman,” ujarnya. Menurut Neta, kasus ini seharusnya dijadikan pendorong bagi pemerintah untuk membenahi sistem transportasi.