Seorang siswa SMPN 2 Tangerang bersedih saat pesantren kilat di Masjid Raya Al-Azhom, Tangerang, Banten, (22/7). Pesantren selama 4 hari di bulan Ramadan ini untuk menambah ilmu agama bagi sejumlah siswa-siswi. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO , Jakarta:Komnas Perlindungan Anak menilai kuesioner survei kesehatan kelamin bagi anak sebagai bentuk pelanggaran hak privasi anak. Komnas PA meminta Kementerian Kesehatan mencabut pembagian kuisioner soal ukuran alat kelamin itu. "Itu melukai hak anak di Indonesia, menurut saya tak ada hubungannya besar kecil payudara dan penis dengan hak anak dalam pendidikan," ujar Sekertaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kepada Tempo, Ahad, 8 September 2013.
Arist tetap menganggap pelanggaran privasi anak terjadi meski ukuran kelamin ditanyakan dalam bentuk kuisioner. "Apa tujuannya? Memangnya kalau ukuran kelaminnya tidak standar harus mendapat pengobatan? Ini mengerikan," ujar Arist.
Dia menyebut isian ini melukai dan melanggar norma agama dalam masyarakat. Arist berkeras survei semacam ini tak boleh dilakukan bagi para remaja. "Apapun metode yang dipakai, survei kesehatan kelamin semacam itu tak pantas dilakukan bagi anak-anak," kata Arist.
Sebelumnya, siswa kelas 7 sebuah sekolah menengah pertama (SMP) di Kota Sabang, Provinsi Aceh, harus mengisi formulir berisi kuesioner tentang data kesehatan. Di antara yang harus diisi adalah ukuran kelamin dan payudara. Seorang wali murid, Lina, kepada Tempo mengatakan terkejut saat anaknya menyodorkan lembaran formulir kuesioner yang diberikan sekolahnya. “Anak saya laki-laki, baru masuk SMP tahun ini. Formulir itu disuruh kembalikan hari ini,” katanya, Rabu, 4 September 2013.
Menurut Lina, ada satu halaman kuesioner bergambar contoh payudara, kelamin perempuan, dan kelamin laki-laki. Masing-masing ada 4 nomor dari gambar tersebut, dari ukuran kecil hingga ukuran besar. Siswa disuruh melingkari salah satu nomor. Formulir kuesioner tersebut terdiri dari enam halaman. Pada halaman pertama tertulis kata Rahasia dan Kuisioner Penjaringan Kesehatan Peserta Didik Sekolah Lanjutan.
Belakangan, kuisioner semacam itu juga diketahui muncul di daerah lain, seperti Sleman, Yogyakarta. Kementerian Kesehatan juga menyatakan kuisioner itu merupakan bagian dari program nasional yang dirintis sejak 2010.