Salah satu dari 30 gerbong KRL dari Jepang yang baru tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (3/11). Harga satu rangkaian kereta bekas berkisar Rp1 miliar. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek Tri Handoyo mengakui tak ada fasilitas khusus bagi penyandang kebutuhan khusus (difabel) pada kereta rel listrik bekas yang baru tiba dari Jepang. "Enggak ada," katanya usai konferensi pers di kantor KCJ, Stasiun Juanda, Senin 4 November 2013.
Untuk tunanetra, contohnya, tak ada pegangan khusus di KRL tersebut. Namun, menurut Tri bukan berarti kaum difabel tak bisa naik kereta. Tri mencontohkan, bagi difabel yang menggunakan kursi roda, kursinya bisa diparkir di bagian kursi lipat kereta. "Kursi kereta bisa dilipat untuk ruang pemakai kursi roda."
Di samping itu, dia menjanjikan bakal memodifikasi kereta agar ada pengeras suara yang memberitahu penumpang nama-nama stasiun yang disinggahi. "Ada pengeras suara, tapi perlu modifikasi perangkat. Nanti kami modif dulu seperti kereta yang lainnya," kata dia.
Tanggal 11 November nanti, 20 unit lagi bakal datang menyusul. Kemudian, akhir November, datang lagi 30 unit. Desember, ada lagi 60 unit. "Sampai akhir Desember, total 140 unit akan tiba," kata Tri. Sedangkan 40 unit lainnya datang bulan Maret 2014. (Baca: KRL bekas Jepang ditargetkan beroperasi Desember)
Manajer komunikasi KCJ, Eva Chairunisa menjelaskan, KRL buatan tahun 90-an ini menggunakan kursi lipat. Karena itu, kereta dengan kecepatan maksimal 70 kilometer per jam tersebut mampu memuat 230 penumpang per gerbong.