Petugas pemadam kebakaran menyelusuri gerbong kereta saat melakukan evakuasi korban kecelakan kereta Tanah Abang di Ulijami, Pesanggrahan, Jakarta, (09/12). Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Jatuhnya korban pada Tragei Bintaro II tidak lepas dari kurangnya sarana keselamatan kecelakaan kereta Commuter Line bernomor 1131 rute Serpong-Tanah Abang itu. Sejumlah saksi yang ditemui Tempo menyebut jendela dan pintu tidak bisa dibuka.
Rita Aryani, seorang penumpang, mengungkapkan kedongkolannya karena dia tidak menemukan palu pemecah jendela, meski sudah bersusah payah merangkak kesana kemari di gerbong yang terguling. Padahal, Kementerian Perhubungan sudah menetapkan standar prasarana keselamatan bagi penumpang kereta listrik dalam Peraturan Kementerian Perhubungan Nomor 42 Tahun 2010 tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Penggerak Sendiri. Beleid itu mewajibkan pengelola menyediakan alat keselamatan.
Peralatan keselamatan yang disediakan merupakan perlengkapan atau alat yang dibutuhkan saat darurat. Di dalam gerbong, wajib ada alat pemadam kebakaran, palu pemecah kaca, pengganjal roda, dan rem darurat.
Jika peraturan tersebut dipenuhi, penumpang tidak bakal kesulitan menemukan alat pemecah jendela saat kereta terguling dan terbakar. Apalagi secara jelas disebutkan sekurangnya wajib ada dua palu di tiap gerbong dan diletakkan di tempat yang mudah terlihat dan terjangkau.
Kereta Commuter Line nahas tersebut merupakan pabrikan dari perusahaan Jepang, Tokyo Metro, seri 7.000. Begitu tiba di Indonesia, seri itu dimodifikasi, di antaranya supaya jendela bisa dibuka. Sayangnya, bentuk setelah perubahan pun tidak sesuai Permenhub Nomor 42 Tahun 2010 karena sulit dilewati orang dewasa.