Warga mengerumuni TKP tewasnya Brigadir Satu Nurul Affandi, setelah ditembak seseorang yang akan merampok sepeda motor miliknya yang terparkir di depan warung rujak di Jalan Raya Klapanunggal, Bogor (10/1). TEMPO/Sidik Permana
TEMPO.CO, Jakarta - Aksi kriminalitas terhadap anggota kepolisian semakin marak terjadi. Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S. Pane menyatakan kebencian yang mendalam terhadap aparat kepolisian menyebabkan hal tersebut. “Polisi arogan, rekayasa kasus, dan represif,” ujar Neta ketika dihubungi Tempo, Jumat malam, 10 Januari 2014.
Neta menyatakan kebencian kepada anggota polisi sudah muncul sejak empat tahun lalu. “Pos polisi banyak yang dibakar.”
Selama dua tahun terakhir, Neta mengungkapkan sasarannya bukan lagi anggota polisi berpangkat rendah, melainkan perwira pertama dan perwira menengah. “Ke 2013 semakin berkembang, banyak kasus-kasus penembakan,” ujar Neta.
Neta beranggapan kasus tersebut murni tindakan kriminal. “Itu keterangan yang saya dapat dari polisi,” ucapnya. Selain itu, Neta meneruskan, senjata rakitan biasanya digunakan para penjahat jalanan. “Senjata rakitan tidak bisa buat jarak jauh. Kalau buat menembak pasti melenceng.”
Menurut Neta, kasus ini berbeda dengan penembakan terhadap Aipda Sukardi di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam kasus Sukardi, Neta menyatakan, pelaku menembak korban dari jarak jauh dengan menggunakan senjata organik.