TEMPO.CO, Bekasi - Lembaga Kajian Advokasi dan Informasi Lingkungan Hidup (eL-KAIL) akan menggugat Pemerintah Kabupaten Bekasi terkait dengan banjir di wilayah pesisir Bekasi, terutama Kecamatan Muaragembong, yang semakin meluas.
Sekretaris Jenderal eL-KAIL Sardi Adi Saputra mengatakan dasar gugatan adalah kerusakan lingkungan. "Pembalakan liar hutan mangrove menjadi salah satu penyebab banjir di Muaragembong," kata Sardi, Kamis, 30 Januari 2014.
Sardi mengatakan banjir rob di wilayah itu semakin meluas seiring berkurangnya hutan mangrove. Ia mencatat, pada 1998, hutan mangrove di Kecamatan Muaragembong mencapai 1.500 hektare.
Namun, akibat pembalakan oleh perusahaan minyak untuk pengeboran dan pertambakan, saat ini tinggal 100 hektare. "Pada 2012 lalu masih tersisa 400 hektare," kata warga asal Muaragembong ini.
Di Kecamatan Muaragembong, sedikitnya ada tujuh kilang minyak yang sudah beroperasi. Lokasinya terletak di Desa Pantai Harapan Jaya, Desa Jayasakti, dan Desa Pantaimekar. Selain itu, perusahaan korporasi pertambakan juga dituding melakukan pembalakan liar.
"Tambak milik warga luar Bekasi, ada yang dari Jakarta. Warga sekitar hanya bekerja sebagai penjaganya," ujar Sardi. Akibat pembalakan itu, banjir rob di wilayah setempat semakin meluas. Banjir rob mengikis hampir seluruh desa tersebut, di antaranya Desa Pantai Bahagia, Desa Pantai Bakti, Pantai Sederhana, dan Desa Pantai Mekar.
Selain mengikis desa, pembalakan mengakibatkan menyusutnya jumlah lutung Jawa. "Lutung Jawa tinggal 72 ekor. Ini terancam punah kalau sampai terjadi hutan gundul," ia menambahkan.
Sardi menuding pemerintah daerah tak dapat mengimplementasikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. "Pemerintah daerah tidak mempunyai peraturan sendiri mengatur lingkungan hidup," kata dia.
Ia menambahkan, meski Kecamatan Muaragembong memiliki kekayaan alam, warganya jauh dari sejahtera. Menurut dia, rata-rata penghasilan mereka tak lebih dari Rp 15 ribu sebagai buruh tani, nelayan, serta penjaga tambak. "Ini sangat ironis. Apalagi kalau terkena banjir, warga tak bisa beraktivitas. Hanya mengandalkan bantuan dari luar," ujarnya.
Selain karena kerusakan lingkungan, banjir di wilayah itu diakibatkan meluapnya Kali Citarum. Kali yang berhulu di Kabupaten Bandung itu bermuara di Desa Pantai Sederhana, Kecamatan Muaragembong. Setiap hujan lebat dipastikan kali tersebut meluap. Sejauh ini, menurut dia, tanggul yang dibangun oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane belum mampu menahan luapan air dari kali tersebut. "Kami akan gugat pembangunannya ke BBWS," kata dia.
Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informasi Pemerintah Kabupaten Bekasi Beny Saputra mengatakan bakal mempelajari isi dari gugatan tersebut. Sejauh ini, kata dia, belum ada gugatan secara tertulis yang masuk ke pemerintah terkait dengan persoalan banjir. "Akan kami pelajari materi gugatannya," ujar Beny kepada Tempo.
ADI WARSONO
BeritaTerpopuler
Ibas Takut Komentari Anas Urbaningrum
PDIP: Wali Kota Risma Tak Boleh Mundur
Banjir di Jakarta Hari Ini Diperkirakan Jam 8-10
Anas Simpan Aset Rp 2 Triliun di Singapura?