TEMPO Interaktif,
Jakarta:Demam berdarah dengue (DBD) telah merenggut hidup 2 putra pasangan Ignatius Iwan Dwiyanto-Eva Astutiyanti, warga Jl Malaka 4, Perumnas Klender, Jakarta Timur. Putra sulungnya, Marcelius Praditya Audrio (8 tahun) dan Aloysius Dewangga Audrian (2 tahun), meninggal pada hari Kamis (3/2) dan Jumat (4/2) masing-masing di RS MH Thamrin dan RS Yadika. Menurut Iwan, putra sulungnya, Rio, telah mengalami demam dan panas badan mulai hari Senin (31/1) yang lalu dibawa ke RS Yadika, Pondok Bambu, Jakarta Timur. Tetapi hasil pemeriksaan darah menunjukkan trombosit dalam keadaan normal sehingga didiagnosa hanya mengalami radang tenggorokan. Rio pun dibawa pulang kembali. Tidak diduga, Rian, putra bungsu Iwan juga mengalami panas badan pada hari Rabu (2/2). Kali ini hasil periksa darah menunjukkan positif gejala DBD. Kamis sore, Rio juga akhirnya dirawat juga di RS Yadika. Setelah berjuang 5 jam, Rio akhirnya menghembuskan nafasnya. "Rio meninggal Kamis malam jam 8," ujarnya. Tidak puas dengan layanan rumah sakit, Iwan pun memindahkan perawatan putra bungsunya yang ketika itu masih hidup ke RSUP Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Rian tidak lama disana. Ventilator, alat bantu pernapasan yang dimiliki RS Cipto, ternyata hanya 10 buah dan semuanya digunakan. Rian-pun sekali lagi harus pindah ke RS Muhammad Husni Thamrin, Jakarta Pusat. Walaupun kali ini Rian mendapat perawatan yang baik, tetapi terlambat sudah. "Rian meninggal hari Jumat jam 1 siang," katanya lirih. Meninggalnya kedua putra Iwan ini menambah panjang daftar korban meninggal akibat wabah DBD. Sampai hari Minggu ini, data yang diterima Dinas Kesehatan DKI menunjukkan sudah 10 orang tewas dan 1407 lainnya masih dirawat di berbagai rumah sakit di Jakarta akibat serangan nyamuk /Aedes Aegepty/. Korban terakhir adalah seorang anak bernama Dede Nurjanah, 8 tahun, warga Kampung Pisangan Lama, Kelurahan Pisangan Timur, Jakarta Timur. "Korban meninggal di RS Carolus," ujar Kepala Pengawasan Wabah DBD Dinkes DKI, Paripurna kepada Tempo. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri sudah menetapkan 84 kelurahan di Jakarta sebagai 'daerah merah' atau daerah endemis BDB. Pemprov menetapkan seluruh pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) berhak memperoleh pengobatan gratis di rumah sakit milik pemerintah pusat, pemerintah daerah dan TNI/Polri. "Mereka dapat langsung datang dan tidak perlu membayar apapun," ujar Kepala Hubungan Masyarakat Dinas Kesehatan DKI, Evi Zelvino. Menurut Evi, hal ini dilakukan agar pasien yang terkena DBD dapat segera memeriksakan diri dan memperoleh perawatan. Selama ini banyak masyarakat yang menunda memeriksakan diri ke dokter karena pertimbangan biaya. "Dengan ini mudah-mudahan dapat menekan jatuhnya korban meninggal," katanya. Prosedurnya, pasien yang terjangkit DBD dapat langsung datang ke rumah sakit pemerintah dan TNI/Polri dan nantinya akan memperoleh pengobatan termasuk fasilitas rawat inap gratis. Untuk rawat inap, pasien hanya memperoleh fasilitas kelas 3. Adapun untuk rumah sakit swasta, menurut Evi, pasien yang berhak memperoleh pengobatan gratis adalah mereka yang memililiki kartu Jaring Pengaman Kesehatan Keluarga Miskin (JPK Gakin). "Meraka tinggal menunjukkan kartunya. Nanti pihak rumah sakit akan menagih ke kita," katanya. Adapun bagi mereka yang tidak memiliki kartu Gakin, dianjurkan untuk berobat ke rumah sakit pemerintah.Dari pemantauan Tempo, sebagian besar Rumah Sakit (RS) di Jakarta sudah memberlakukan pengobatan gratis bagi penderita demam berdarah dengue (DBD). "Tapi tetap saja ada yang nggak mau dirawat, walau gratis," kata Yatini, humas RS Persahabatan Jakarta Timur ketika dihubungi Tempo lewat telepon, Minggu (6/2).Ia mengaku pengobatan gratis itu sudah berlangsung satu minggu, terdiri dari biaya perawatan, obat, laboratorium, pendaftaran dan biaya pemasangan infus. "Pokoknya sekarang semua gratis," tambahnya. Yatini juga mengatakan sejak bulan Januari korban DBD di RS Persahabatan terus bertambah setiap harinya. "Biasanya per hari hanya ada 10 pasien, tapi sekarang bisa 20-25 pasien per hari". Hari ini saja ada 12 pasien yang 5 diantaranya harus di rawat inap. Namun, kata Tini, tidak semua pasien DBD harus dirawat inap. "Kalau ada pasien DBD datang kami observasi, diinfus selama 4 jam. Kalau trombositnya naik, boleh pulang," katanya. Walau begitu pasien tersebut masih tetap berada dalam pengawasan RS. RS lain yang juga telah memberlakukan pengobatan gratis semenjak 1 Februari adalah RSU Budi Asih Jakarta Timur, dimana korban DBD tercatat ada 28 orang.
amal ihsan/nofi triana