Seorang guru menampilkan gambar ilustrasi yang menggambarkan seorang siswa dianiaya oleh seorang guru, dan menjelaskan langkah-langkah ketika terjadi pelecehan seksual, di Shadabad Sekolah Dasar Perempuan di desa Gohram Panhwar di Johi Pakistan (12/2). Pendidikan seks adalah umum di sekolah-sekolah Barat tetapi pelajaran terobosan ini sedang berlangsung di pedesaan sangat konservatif Pakistan, sebuah negara Muslim dari 180 juta orang. REUTERS/Akhtar Soomro
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia menyatakan salah satu kendala mengungkap kasus pelecehan seksual terhadap anak di Tanah Air adalah kurangnya jaminan perlindungan terhadap dokter dan tenaga kesehatan lainnya. "Perlu ada perlindungan saksi untuk dokter dan tenaga kesehatan," katanya ketika dihubungi, Senin, 5 Mei 2014.
Dengan demikian mereka masih khawatir keselamatannya terancam jika melapor. Padahal, dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun undang-undang yang berlaku di Indonesia, tenaga kesehatan wajib melaporkan temuan tanda-tanda pelecehan seksual.
Fenomena tersebut, kata dia, tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara kawasan Asia Pasifik. Sejauh ini baru Malaysia yang tampak memberi jaminan penuh bagi dokter dan tenaga kesehatan yang melapor.
Kekhawatiran ini, menurut Zaenal, disebabkan dalam sebagian besar kasus pelecehan seksual terhadap anak, pelakunya adalah orang terdekat. Bahkan yang mengantar korban ke dokter adalah pelaku. (Baca: Empat Bulan, 200 Anak Jadi Korban Kekerasan Seks)
Dengan kedekatan pada orang-orang tersebut, anak biasanya merasa akan diayomi. Ternyata tidak semua berniat baik. "Bisa jadi orang tua sendiri, guru, atau orang dewasa lain yang mengantar."
Kasus pelecehan seksual yang menjadi sorotan belakangan ini salah satunya di Taman Kanak-kanak Jakarta International School, Cilandak, Jakarta Selatan. Korban adalah murid TK usia 6 tahun yang dilecehkan pada Maret lalu. Polisi menahan lima tersangka petugas kebersihan dalam kasus tersebut.