Pasien Sakit Jiwa di Jakbar Boleh Ikut Pilpres
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Rabu, 9 Juli 2014 08:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum Jakarta Barat mempersilakan pasien sakit jiwa untuk ikut dalam pemilihan presiden 2014 besok. Ketua KPUD Sunardi Sutrisno mengatakan pasien penderita gangguan kejiwaan tetap diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut. "Sudah ada 350 pasien kejiwaan yang masuk dalam daftar pemilih tambahan," katanya, Selasa, 8 Juli 2014. (Baca juga: Ahok Soal Pilpres: Jangan Golput, Nanti Menyesal)
Dia mengatakan aturan tertulis dalam setiap pemilu menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk memilih. Aturan itu juga tidak menyatakan bahwa pasien kejiwaan tidak diperkenankan untuk ikut dalam pemilu. Namun, kata dia, setiap pemilih harus dipastikan dalam keadaan sehat dan sanggup memilih secara sadar.
"Karena mereka masuk dalam kriteria daftar pemilih khusus tersebut," kata Sunardi. Dia pun menyatakan bahwa sosialisasi itu sudah dilakukan sejak pertengahan Juni 2014.
Sunardi mengatakan pasien kejiwaan harus mendapatkan rekomendasi dokter jiwa untuk bisa memilih. Rekomendasi dokter diperlukan sebagai jaminan bahwa pasien itu memiliki kesadaran saat mencoblos nanti. Menurut dia, pasien kejiwaan yang boleh mencoblos ini bisa dikategorikan sebagai orang yang menderita gangguan psikososial. Hanya pasien yang menderita sakit jiwa berat yang tidak diperkenankan untuk memilih. (Baca: KPU: Prioritaskan Pemilih Disabilitas di Pilpres)
"Karena itu, kamu perlu keterangan dokter bahwa pasien itu cukup sehat untuk memilih presiden," katanya. Sunardi mengatakan pasien sakit jiwa biasanya dikategorikan dalam tiga jenis, yakni sakit jiwa ringan, sedang, dan berat. "Yang boleh memilih adalah sakit jiwa ringan dan sedang, serta ada surat dokternya."
<!--more-->
Kepala Bidang Medis Rumah Sakit Jiwa dr Soeharto Heerdjan, dr Desmiarti, SpKJ, mengatakan pihaknya belum menerima sosialisasi dari KPU soal pasien kejiwaan yang berhak memilih. Dia mengatakan saat ini ada sekitar 200 pasien dirawat di rumah sakit tersebut. Menurut dia, tidak semua pasien itu menderita penyakit kejiwaan berat sehingga harusnya diperbolehkan memilih.
Bahkan sebagian besar pasien itu juga mulai berangsur-angsur membaik kondisinya. Desmiarti pun menilai bahwa pasien-pasien tersebut sudah layak untuk memilih presiden. "Tapi kami tidak tahu kategori dan aturannya apa dari KPU karena tidak pernah mendapatkan informasi itu," ujarnya.
Adapun Kepala Panti Sosial Bina Laras Sosial Sentosa 4, Mariana, menyayangkan informasi yang dianggapnya terlambat itu. Menurut dia, surat edaran yang disampaikan oleh KPU terlambat sehingga sosialisasi dan persiapan dari pengurus panti juga tidak maksimal. "Surat baru diterima Kamis (3 Juli 2014) lalu, padahal harusnya 30 hari sebelum pencoblosan," katanya.
Mariana menyatakan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendata 300 penghuni panti tersebut. Namun waktu pemeriksaan yang cuma lima hari tidak memungkinkan untuk memastikan berapa orang yang dinyatakan layak untuk ikut pencoblosan hari ini.
Berdasarkan pemeriksaan awal, ujar Mariana, ada 25 penghuni panti yang diperkirakan layak untuk ikut pilpres 9 Juli 2014. Hasilnya, mereka dinyatakan layak untuk ikut pemilu meski masih harus tetap mendapatkan perawatan. Sayangnya, surat rekomendasi dokter baru keluar kemarin sore atau beberapa jam sebelum pencoblosan.
Dengan waktu yang relatif singkat, Mariana tidak yakin 25 orang itu bisa menyalurkan hak suaranya. Pertimbangannya adalah waktu yang terlalu mepet sehingga proses pencoblosan itu pun batal bagi para pasien tersebut. "Kami tidak mau disebut memaksakan pemilihan dan dianggap menguntungkan salah satu calon," ujarnya. (Baca juga: Begini Ketua KPPS Jombang Ketahuan Bagi-bagi Uang)
DIMAS SIREGAR
Berita Lainnya:
Ahok Soal Pilpres: Jangan Golput, Nanti Menyesal
Telat Urus Formulir A5, Pemilih Terancam Golput
Kehilangan Hak Memilih karena Perseteruan RT