APBD Dinilai Janggal, Ahok Akan Dimakzulkan
Editor
Nurdin Saleh TNR
Sabtu, 14 Februari 2015 03:44 WIB
TEMPO.CO , Jakarta:Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Muhammad Taufik mengancam akan memakzulkan (impeachment) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, terkait kisruh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2015. "Tidak perlu ada panitia khusus lagi, langsung impeachment saja," kata dia kepada Tempo, Jumat, 13 Februari 2015.
Saat ini, Taufik menyatakan, tengah menggalang dukungan dari para anggota dewan terkait rencana tersebut. "Ini sedang kami bahas di tingkat pimpinan, Senin besok akan dimatangkan bersama anggota yang lain," ujarnya. "Kalau semua setuju kami langsung ajukan impeachment."
Ancaman Taufik itu muncul setelah para anggota dewan melihat ada kejanggalan dalam proses pengajuan APBD 2015 oleh pemerintah DKI Jakarta kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). DPRD menganggap APBD senilai Rp 73,08 triliun yang diajukan pemerintah berbeda dengan hasil paripurna pada 27 Januari 2015 lalu. Selain itu format APBD yang diajukan pun berbeda dengan ketentuan pemerintah pusat.
Beberapa perbedaan itu, menurut Taufik merupakan bentuk pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan penyusunan APBD. "Ini pelanggaran hukum, makanya Ahok yang harus bertanggung jawab melalui impeachment itu."
Kemendagri memang mengembalikan APBD yang diserahkan pemerintah. Kementerian meminta pemerintah DKI menyempurnakan beberapa kekurangan. Taufik menduga, Kemendagri mengembalikan APBD itu karena tak dilengkapi tandatangan para pimpinan dewan. "Sehingga tidak punya kekuatan legal," kata dia.
Tak hanya itu dia juga menuding pemerintah DKI mengubah anggaran secara sepihak. Kejanggalan lainnya adalah keberadaan anggaran e-budgeting di dalam nomenklatur. "Padahal sewaktu paripurna anggaran itu belum ada."
Tak mau kalah, pada Senin 9 Februari 2015 kemarin, pimpinan dewan mengirimkan APBD versi paripurna ke Kemendagri sebagai bahan perbandingan. Kisruh semakin meruncing karena Kamis lalu Ahok mengeluarkan pernyataan bahwa justru anggaran versi DPRD itu tidak sah karena di luar e-budgeting. Ahok berkeras APBD menggunakan e-budgeting yang tidak memerlukan tanda tangan pimpinan DPRD untuk menutup peluang masuknya program-program titipan.
Selanjutnya:Apa kata pengamat soal ancaman pemakzulan itu?
<!--more-->
Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta Heru Budi menegaskan bahwa APBD yang diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri sudah sama dengan hasil pembahasan di paripurna DPRD. "Tidak ada yang berbeda kok," katanya. "Yang dipermasalahkan kementerian itu hanya soal kelengkapannya."
Beberapa hal yang diminta Kemendagri untuk dilengkapi, kata Heru, adalah rincian Kebijakan Umum Anggaran Perubahan dan Penggunaan Anggaran Sementara (KUA-PPAS) serta rincian kode rekening. "Itu saja, dan itu akan kami penuhi," ujarnya. "Tidak ada yang menyimpang." Terkait tidak adanya tanda tangan anggota dewan, Heru justru menyatakan tidak tahu kalau itu harus ada dalam draf APBD.
Sementara itu, ahli hukum tata negara Universitas Khairun Ternate Margarito Kamis menilai ancaman impeachment itu terlalu berlebihan. "Harus dibuktikan dulu apakah benar Pak Ahok dan jajarannya mengubah APBD yang diajukan ke Kemendagri," ujarnya. "Walaupun apa yang dilakukan pemerintah DKI dengan mengirimkan APBD secara sepihak juga salah karena formatnya tak sesuai pedoman."
Margarito menyebutkan, seharusnya APBD yang diberikan ke Kemendagri dilengkapi tanda tangan kedua pihak, yakni DPRD dan pemerintah. "Itu kan hasil kesepakatan bersama." Selain itu, dia mengatakan, perubahan sekecil apapun pada draf APBD harus disahkan melalui paripurna di legislatif. "Salah juga kalau pemerintah DKI mengirimkan draf yang versinya berbeda."
Meski begitu dia juga menilai DPRD telah keliru karena menyerahkan APBD versi mereka sendiri. "Meski punya hak budgeting, dewan tak punya hak menyampaikan APBD kepada pemerintah pusat." Walau demikian, ujarnya, kedua versi APBD itu seharusnya bisa digunakan Kemendagri sebagai pembanding untuk menguji kesesuaiannya.
PRAGA UTAMA