Sekjen Nasdem, Patrice Rio Capela, beri keterangan pers, di kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta, 2 Maret 2015. DPP Nasdem beri intruksi kepada Fraksi Nasdem DPRD untuk mencabut penggunaan hak angket kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan keluar dari kepanitian hak angket.TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Pertikaian antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok soal Rancangan APBD Jakarta 2015 membuat ikatan koalisi partai di parlemen daerah ini guncang.
Ahok menunjukkan bahwa Rancangan APBD itu mengandung “dana siluman”, sedangkan Dewan menuding Ahok menyerahkan dokumen yang berbeda kepada Kementerian Dalam Negeri.
Koalisi Indonesia Hebat, koalisi pendukung Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang terdiri atas PDIP, NasDem, PKB, Hanura, dan PKPI, di DPRD Jakarta pecah ketika Dewan berencana untuk mengajukan hak angket terhadap Ahok.
Dalam rapat paripurna Dewan pada Kamis, 26 Februari 2015, seluruh fraksi sudah satu suara untuk mendukung penggunaan hak angket guna menyelidiki kasus ini. PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Megawati pun setuju angket.
Beberapa hari kemudian, Partai NasDem yang dinahkodai oleh Surya Paloh dan Partai Kebangkitan Bangsa mencabut dukungan atas penggunaan hak angket tersebut. Tapi sejauh ini PDIP belum berubah.
"Ini konsekuensi sistem koalisi di Indonesia, yang kadang tak nyambung di tingkat nasional dan daerah," kata peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia, Adjie Alfarabi, ketika dihubungi Tempo, Rabu, 4 Maret 2015.
Meski begitu, Adjie menganggap terbelahnya Koalisi Indonesia Hebat ini sebagai hal yang wajar, karena kepentingan politik di tingkat nasional dan daerah berbeda. "Bisa saja Koalisi bersatu di suatu daerah kalau kepentingannya sama," kata Adjie.