5 Kesalahan DPRD di Pembahasan APBD Jakarta

Reporter

Jumat, 6 Maret 2015 22:59 WIB

Wakil Ketua DPRD DKI Abraham 'Lulung' Lunggana meluapkan emosinya usai kisruh saat rapat Mediasi dan Klarifikasi Mengenai Evaluasi RAPERDA/APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015 di Kantor Kemendagri, Jakarta, 5 Maret 2015. Rapat yang digelar terkait kisruh antara Ahok dengan DPRD DKI Jakarta dalam RAPBD DKI Jakarta 2015 berakhir ricuh dan belum ada penyelesaian. Tempo/M IQBAL ICHSAN

TEMPO.CO, Jakarta - Ada lima kesalahan besar yang dilakukan DPRD DKI Jakarta dalam membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2015. "Pembahasannya tidak terbuka dan bukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, tapi kepentingan elit," kata Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto melalui siaran pers yang diterima, Jumat, 6 Maret 2015.

Menurut Yenny kekeliruan itu menjadi penyebab utama munculnya dana siluman senilai Rp 12,1 triliun dalam APBD DKI. Sikap ngotot DPRD ini juga dianggap sebagai penyebab utama deadlock pengesahan APBD DKI Jakarta untuk tahun anggaran 2015 yang dibahas dalam mediasi bersama Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama di kantor Kementerian Dalam Negeri, Kamis 5 Maret 2015. Berikut lima kritik Fitra terhadap DPRD dalam pembahasan APBD DKI Jakarta.

1. Mengabaikan Amanat Konstitusi

DPRD Jakarta, kata Yenny, melanggar UUD 1945 Pasal 23 ayat 1 karena lebih mementingkan kepentingan kelompok dibandingkan mengedepankan transparansi dan kemakmuran rakyat. Mereka juga melanggar Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 317. Sesuai undang-undang ini, DPRD hanya berwenang membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi yang diajukan oleh Gubernur. “Kenyataannya DPRD membahas dan menyetujui APBD.”

DPRD DKI Jakarta juga melanggar Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 99 karena DPRD membahas dan menyetujui APBD. Padahal seharusnya kewenangan DPRD hanya melakukan pembahasan untuk persetujuan bersama terhadap rancangan Perda Provinsi tentang APBD provinsi yang diajukan oleh Gubernur. DPRD juga melanggar tata tertib DPRD DKI Jakarta 2014 yang mengatur kewenangan parlemen daerah hanya sebatas membahas dan menyetujui usulan APBD dari Gubernur.

2. Politisasi Hak Angket.

Yenny mengatakan pengajuan hak angket yang dilakukan DPRD DKI Jakarta cenderung dipolitisasi karena tidak berdasarkan bukti kuat adanya pelanggaran pidana ataupun merugikan keuangan negara. Hak angket juga diduga digalang oleh segelintir anggota DPRD dan tidak mencerminkan kebijakan partai politik.

Politisasi ini terbukti dengan kebijakan sejumlah partai seperti NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa untuk mundur dari hak angket. “Niat dan tujuan hak angket lebih bermotif politik ketimbang menegakkan transparansi dan akuntabilitas,” ujar Yenny. Secara kapasitas, Fitra menilai DPRD belum mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan. Biasanya penyelidikan dilakukan oleh penegek hukum.

3. Dana Siluman Bukan Aspirasi Rakyat

Fitra menduga munculnya dana siluman dalam APBD DKI Jakarta muncul dari kongkalikong politikus dengan pengusaha hitam. Kerja sama itu sudah terjalin lama dan menjadi oligarki. “Ini adalah potensi korupsi.” Analisis Fitra menemukan dalam anggaran versi DPRD, usulan program tidak mencerminkan pemenuhan aspirasi masyarakat. Sebagian besar program lebih berbentuk pengadaan yang merupakan bukti nyata orientasi proyek. Dana siluman itu lebih banyak muncul dalam anggaran untuk Dinas Pendidikan melebihi pagu sebesar Rp 5,3 triliun. Usulan dana siluman dari DPRD ini tercatat tanpa kode mata anggaran dan kode rekening.

4. Lebih Mengutamakan Kepentingan Kelompok

Dari sejumlah program yang diusulkan, Fitra menduga DPRD lebih mengutamakan kepentingan kelompok dibandingkan kepentingan rakyat. Hal ini terlihat dari tak adanya itikad baik DPRD untuk menyelesaikan konflik dengan Ahok saat berlangsungnya mediasi. “DPRD justru memperkeruh suasana, dan mengeluarkan sikap yang bertentangan dengan kode etik.” ujar Yenny.

5. DPRD Lemah Mengawasi Anggaran

Yenny mengatakan selama ini DPRD tak menunjukkan kinerja bagus dalam pengawasan anggara. DPRD justru menggunakan kewenangan penganggaran yang kebablasan. Padahal menurut Yenny, wewenang dan tugas DPRD ini sudah diatur dengan tegas dalam Undang Undang MD3 yaitu melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi. “Dalam proses ini, DPRD seharusnya mengarahkan politik anggaran yang berpihak kepada rakyat,” ujar Yenny.

Wakil Ketua DPRD Abraham Lunggana atau yang biasa dipanggil Haji Lulung, membantah tuduhan miring terhadap lembaganya. Menurutnya, semua tudingan adanya dana siluman hingga Rp 12,1 triliun tidak benar. Itu upaya fitnah semata dari Gubernur Jakarta Basuki Purnama dengan tujuan mencari pencitraan dan popularitas semata. "Ngomongnya ngaco, banyak yang harus dilurusin," ujarnya.

DPRD Jakarta akan melaporkan Basuki alias Ahok ke penegak hukum, terkait empat kesalahan. Yakni soal etika dan norma, soal penghinaan terhadap lembaga dan anggota DPRD DKI Jakarta, soal dugaan pemalsuan dokumen APBD DKI Jakarta 2015 dan dugaan suap kepada Ketua DPRD DKI Jakarta.

IRA GUSLINA SUFA

Berita terkait

Ahok Kritik Penonaktifan NIK KTP Jakarta: Jangan Merepotkan Orang

5 jam lalu

Ahok Kritik Penonaktifan NIK KTP Jakarta: Jangan Merepotkan Orang

Bulan lalu, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta mengajukan penonaktifan terhadap 92.493 NIK warga Jakarta ke Kemendagri.

Baca Selengkapnya

Cerita Ahok Soal Ide Bangun Parkir Bawah Tanah Monas untuk Atasi Kemacetan Jakarta

9 jam lalu

Cerita Ahok Soal Ide Bangun Parkir Bawah Tanah Monas untuk Atasi Kemacetan Jakarta

Mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok mengatakan konsep tempat parkir bawah tanah Monas ini sempat masuk gagasannya.

Baca Selengkapnya

Hadiri Penetapan Caleg Terpilih di Solo, Gibran Berharap Bisa Merangkul Semua Kekuatan Politik

1 hari lalu

Hadiri Penetapan Caleg Terpilih di Solo, Gibran Berharap Bisa Merangkul Semua Kekuatan Politik

Gibran berharap Pemerintah Kota Solo dapat menjalin kerja sama yang baik dengan seluruh anggota DPRD.

Baca Selengkapnya

4 Wajah Lama Ini Kembali Muncul dalam Bursa Bakal Calon Gubernur Pilkada 2024

3 hari lalu

4 Wajah Lama Ini Kembali Muncul dalam Bursa Bakal Calon Gubernur Pilkada 2024

Sejumlah nama bakal calon gubernur di Pilkada 2024 sudah mulai bermunculan, termasuk 4 wajah lama ini. Siapa saja mereka?

Baca Selengkapnya

Pembatasan Kendaraan di UU DKJ, DPRD DKI: Sesuatu yang Harus Dikaji Lagi

4 hari lalu

Pembatasan Kendaraan di UU DKJ, DPRD DKI: Sesuatu yang Harus Dikaji Lagi

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta mendesak untuk melakukan kajian yang matang sebelum menerapkan kebijakan pembatasan kendaraan pribadi sesuai UU DKJ.

Baca Selengkapnya

Pakar Sebut Ahok Masih Berminat Maju di Pilkada Jakarta, Apa Alasannya?

4 hari lalu

Pakar Sebut Ahok Masih Berminat Maju di Pilkada Jakarta, Apa Alasannya?

Ahok akan bersaing dengan sejumlah nama populer dalam Pilkada Jakarta 2024.

Baca Selengkapnya

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

7 hari lalu

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

PDIP mulai menjaring empat nama yang akan menjadi calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta. Lantas, siapa saja bakal cagub DKI Jakarta yang diusung PDIP?

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

7 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Selain Galih Loss, Ini Daftar Kasus Dugaan Penistaan Agama di Indonesia

9 hari lalu

Selain Galih Loss, Ini Daftar Kasus Dugaan Penistaan Agama di Indonesia

Kasus yang menjerat Galih Loss menambah daftar panjang kasus penistaan agama di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Mantan Napi Korupsi Melenggang Menjadi Anggota Dewan: Nurdin Halid dan Desy Yusandi

35 hari lalu

Mantan Napi Korupsi Melenggang Menjadi Anggota Dewan: Nurdin Halid dan Desy Yusandi

ICW temukan 56 mantan napi korupsi ikut dalam proses pencalonan anggota legislatif Pemilu 2024. Nurdin Halid dan Desy Yusandi lolos jadi anggota dewan

Baca Selengkapnya