TEMPO.CO, Jakarta - Sebagai seorang germo, kesibukan Mira (bukan nama sebenarnya) berlangsung selama 24 jam. Pesan-pesan masuk ke gawai perempuan 30 tahun itu berasal dari calon pelanggan yang bertanya dan membuat janji kencan dengan anak-anak asuhnya. Mira menyebut mereka angels.
Dia bersedia ditemui dan bercerita tentang bisnis prostitusi dunia maya karena gemas oleh berita-berita yang menyorot kematian teman baiknya, Deudeuh Alfisahrin. Kami bertemu di kamar kosnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, pada Rabu pekan lalu.
Hari itu Mira terlihat bersedih, tapi ia tetap antusias melayani pesan-pesan yang masuk ke ponselnya. “Sebentar, saya harus balas karena ada yang bertanya tentang spek,” katanya. Ia lalu membalas pesan itu.
Spek yang dimaksud Mira adalah spesifikasi. Ada calon pelanggan yang bertanya tentang seorang angel dan berniat mengajaknya kencan. “Spek” yang ditanya meliputi tinggi badan, berat badan, ukuran dada, usia, dan warna kulit. “Ukuran lingkar dada paling sering ditanya,” ujar Mira.
Dia memiliki delapan angels usia 20-30 yang fotonya dipajang pada akun Twitter, Facebook, web, dan forum obrolan dunia maya, seperti Bintang Mawar atau Krucil. Dengan alasan keamanan karena pemerintah berencana membekukan akun-akun penjaja seks, dia menolak akun Twitter berpengikut 28 ribu itu ditulis. Dalam akun ini, ia memajang nomor telepon yang ia pegang sendiri.
Maka para angels itu praktis tak berhubungan langsung dengan tamu-tamunya. Mira yang menentukan waktu dan tempat ketemu. Ia menyewa satu unit apartemen di Kalibata khusus untuk pertemuan angels dengan para tamu. “Jika tamu mau di hotel, saya tinggal minta angels ke sana,” tuturnya.
Mira pula yang menentukan harga. Paling murah Rp 1 juta per jam per pertemuan, yakni angel yang masih mahasiswa. Paling mahal Rp 2,5 juta sekali kencan. Ia mahal, kata Mira, karena profesinya model lumayan terkenal. Harga menengah dipegang ibu rumah tangga yang punya anak dan suami. “Ibu rumah tangga ini susah karena waktunya jarang cocok,” katanya.
