Situs Uber.com yang menawarkan jasa taksi di kota Jakarta. Uber.com
TEMPO.CO, Jakarta - Pengelola Koperasi Trans Usaha Bersama, yang menaungi pengemudi Taksi Uber, mempertanyakan tuduhan Organisasi Angkutan Darat Jakarta yang menyebut para pengemudinya melakukan penipuan karena beroperasi tanpa izin mengangkut penumpang. Menurut Ketua Koperasi Hariyanto, dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan pelat hitam tak termasuk kendaraan umum.
Taksi Uber tak berpelat kuning. Karena itu, menurut Hariyanto, taksi Uber tak menjual jasa seperti taksi konvensional dan kendaraan angkutan umum lain. “Kami tak mencari penumpang di pinggir jalan,” katanya, Senin, 22 Juni 2015.
Untuk memakai taksi Uber, seorang penumpang harus mengunduh aplikasinya di PlayStore atau Apple Store. Pemesanan hanya bisa melalui aplikasi di gawai itu setelah memasukkan data pribadi, nomor telepon, dan kartu kredit.
Taksi Uber beroperasi sejak Juni 2014. Koperasi Trans, kata Hariyanto, baru bergabung tiga bulan belakangan. Selama itu Koperasi belum mendapat penghasilan karena 80 persen tarif yang dibayarkan penumpang ditransfer langsung ke rekening sopir. Sedangkan 20 persen sisanya masuk ke rekening Uber BV di Belanda. “Jadi, kami juga belum membayar pajak,” katanya.
Pajak kendaraan dan penghasilan menarik penumpang itu dibayarkan langsung oleh sopir dan pemilik kendaraan. Saat ini Koperasi menampung 855 kendaraan yang berasal dari anggota koperasi, pemilik perseorangan, dan perusahaan persewaan mobil. Karena itu, kata Hariyanto, polisi tak cukup dalil menjerat lima pengemudi Uber. “Mereka menipu siapa? Penumpang malah merasa lebih nyaman dan aman.”