TEMPO.CO, Jakarta - Elysabeth Ongkojoyo tengah menunggu mobilnya yang sedang diperbaiki di bengkel dengan duduk bersantai bersama bayinya, 1,5 bulan, di sebuah gerai donat di Pluit Village Mall, Pluit, Jakarta Utara, pada Rabu, 26 Agustus 2015.
Satu jam kemudian, ia didatangi pihak manajemen gerai itu dan menyatakan ada orang lain yang ingin merokok di dekatnya. Ia diminta berpindah tempat duduk. Ely menolak lantaran merasa dijamin oleh Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok.
“Tiba-tiba pelanggan yang merokok itu mengusir saya dengan halus dari tempat saya duduk. Ketika saya menolak, orang itu malah memaki saya,” ujarnya seperti yang ditulis dalam petisi “Saya dan bayi saya terusir oleh oknum yang mau merokok di dalam mal”.
Petisi yang dirilis pada Kamis, 27 Agustus 2015, itu kini sudah ditandatangani hampir 15 ribu orang. Pihak Change.org menargetkan 15 ribu tanda tangan untuk kemudian diserahkan ke gerai tersebut, Lippo Mall Pluit, dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Petisi itu juga menyertakan aturan yang mencantumkan ruangan khusus merokok. Dalam Pasal 18 Peraturan Gubernur Nomor 88 disebutkan bahwa tempat atau ruangan merokok harus terpisah, di luar gedung serta letaknya jauh dari pintu keluar gedung. Selain itu, Pergub ini mengatur sanksi sebagai berikut (Pasal 27 Pergub 88):
“Pimpinan dan/atau penanggungjawab tempat yang ditetapkan sebagai Kawasan Dilarang Merokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, apabila terbukti tidak memiliki komitmen, tidak membuat penandaan, tidak melakukan pengawasan kawasan dilarang merokok di kawasan kerjanya dan membiarkan orang merokok di Kawasan Dilarang Merokok, dapat dikenai sanksi administrasi berupa...".
Juru bicara Smoke Free Agents, Yuki Wirabagja, mengatakan, kasus yang dialami Elysabeth dan bayinya itu menunjukkan perlindungan terhadap anak dari paparan asap rokok belum maksimal. ”Sudah ada peraturan pun anak-anak masih terus terpapar asap rokok,” katanya kepada Tempo, Jumat, 28 Agustus 2015.