Aktivitas pemulung mengais sampah di areal Adang, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantar Gebang, Bekasi, 12 Mei 2015. Setiap hari TPST Bantar Gebang menerima sampah dari DKI Jakarta lebih dari 6.000 ton padahal dalam perjanjian dengan Pemprov DKI, tahun 2015 sampah yang dibuang ke Bantar Gebang hanya 3.000 ton per harinya. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menampik keraguan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta terhadap kemampuan Dinas Kebersihan DKI Jakarta dalam mengelola sampah di Ibu Kota. "Apa yang dikelola sih? Cuma aduk-aduk tumpuk doang, kok," ujar pria yang kerap disapa Ahok ini di Balai Kota pada Selasa, 3 November 2015.
Menurut Ahok, Pemprov DKI berencana membangun tempat pembakaran sampah (incinerator) agar dapat mengelola sampah Jakarta secara mandiri. "Aku kasihin ke Jakpro. Jadi Jakpro bikin, Dinas Kebersihan juga, bikin di Sunter samadi Marunda. Tinggal setor duit saja," ucap Ahok.
Ahok menjelaskan, wanprestasi oleh PT Godang Tua Jaya selaku pengelola menunjukkan ketidakmampuan perusahaan itu mengelola TPST Bantargebang. "Ada kewajiban menanam pohon, enggak boleh buang air leachate (lindi). Kalau ditumpuk tuh, mesti ada lapisan tanah, terus mesti bikin saluran. Itu dilakukan enggak? Enggak, kan? Harus investasi mesin? Enggak juga," ujar Ahok.
Ahok pun membantah bahwa Pemprov DKI telah melakukan wanprestasi terkait dengan pengelolaan TPST Bantargebang. "Jadi yang disebut DPRD Bekasi wanprestasi siapa? DKI? Bukan. Kan, DKI menyerahkan kepada Godang Tua Jaya untuk mengatur," tutur Ahok.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Sanusi sebelumnya mengatakan, jika ingin swakelola TPST Bantargebang, Pemprov DKI harus siap dengan segala kemungkinan yang ada. "Kalau swakelola, mampu enggak beli truk, beli alat-alat berat? Dinas Kebersihan ngangkut aja masih susah gitu, enggak bisa, apalagi mengolah Bantargebang yang luasnya seratus sekian hektare itu," ucap Sanusi.
Pemprov DKI sebelumnya menuding PT Godang Tua Jaya telah melakukan wanprestasi. PT Godang Tua Jaya dianggap tidak memenuhi perjanjian karena belum membangun sarana dan prasarana baru, seperti pembangunan gasifikasi. Karena itu, Pemprov DKI berencana mengambil alih pengelolaan TPST Bantargebang.