Kerap Gusur Warga Jakarta, Ahok Dinilai Langgar Janji Kampanye
Editor
Yuliawati
Kamis, 12 November 2015 21:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengingkari janji kampanyenya saat pemilihan kepala daerah DKI. Ahok, yang saat pilkada berpasangan dengan Joko Widodo, pernah berjanji melakukan penataan kota secara humanis tanpa penggusuran. “Setelah dilantik, dia malah gusur warga Jakarta. Janji kok diingkari?” ujar Siane Indriani, anggota Komnas HAM, saat diskusi tentang menata kota tanpa penggusuran di gedung Komnas HAM, Kamis, 12 November 2015.
Siane mengingatkan, saat debat calon kepala daerah DKI pada 14 September 2014, Jokowi dan Ahok berjanji akan membangun kampung susun yang layak huni tanpa metode penggusuran. "Jokowi dan Ahok juga berjanji melegalkan tanah-tanah yang sebelumnya tidak diakui pemerintah," ucapnya.
Della, wanita paruh baya korban penggusuran Waduk Pluit yang kini tinggal di Rumah Susun Muara Baru, sependapat dengan Siane. Dia mengaku kecewa dengan Ahok. “Dulu waktu kampanye, kami pilih dia. Kami ajak dia masuk ke kampung-kampung,” ujarnya. Namun, ketika terpilih, Della merasa Ahok mengkhianati warga Jakarta. “Mungkin dia lupa kalau yang pilih dia itu warga Jakarta sehingga memperlakukannya dengan buruk," tutur Della.
Della mengatakan hidupnya menjadi lebih sulit setelah digusur dan direlokasi ke rumah susun. Dia menyatakan pemerintah tidak pernah berdiskusi dengan masyarakat dan mencari tahu apa yang dibutuhkannya.
Tinggal di rumah susun, ucap Della, hanya menambah beban hidup. Dia mencontohkan, tempat tinggalnya di Muara Baru memiliki kandungan air keruh. Jadi dia mesti membeli air galon setiap hari. Biaya lain yang harus dikeluarkan adalah sewa rusun, biaya listrik, keamanan, dan lain-lain. "Mestinya, sebelum relokasi, pemerintah membuat analisis terlebih dulu bagaimana dampak perubahan yang dihadapi masyarakat," ujarnya.
Menurut pengamat tata kota, Marco Wijaya, musyawarah dan partisipasi masyarakat merupakan hal penting, dan Ahok seakan tidak mengerti hal itu. “Padahal partisipasi adalah cara dasar demokrasi. Harus ada duduk bersama dan berembuk antara warga yang akan ditata wilayahnya dan pemerintah,” tuturnya.
BAGUS PRASETIYO