TEMPO.CO, Jakarta - Dua bulan setelah jasadnya ditemukan mengapung di Danau Kenanga Universitas Indonesia, polisi belum bisa mengungkap penyebab kematian Akseyna Ahad Dori. Sudah banyak saksi yang diperiksa, namun Kepolisian Depok masih belum yakin apakah mahasiswa jurusan biologi itu meninggal bunuh diri atau dihabisi orang lain.
Polisi juga sudah mendengar analisis grafolog Deborah Dewi dari American Handwriting Analysis Foundation. Ia diminta memeriksa 300 dokumen sejak 2013 yang memuat tulisan Akseyna dan membandingkannya dengan surat perpisahan pada hari kematiannya, “Will not return for eternity, please don't search for existence, my apologies for everything". “Surat itu sudah dimodifikasi,” kata dia kepada Yolanda Armindya dari Tempo, 22 Mei 2015.
Menurut Dewi, surat perpisahan itu sudah dibandingkan dengan puluhan lembar catatan kuliah dan hasil ujian Akseyna sejak 2013 hingga akhir 2014. Melalui pembesaran mikroskopis 200 kali, ia temukan bahwa tulisan tangan dalam surat perpisahan tersebut milik dua orang.
Tulisan tangan bagian pertama identik dengan tulisan tangan almarhum. Kemudian ada bagian tulisan tangan dan tanda tangan yang dibuat oleh orang lain. “Siapa pun orang kedua itu, dia pikir dia cerdas (dengan membuat tulisan yang identik)” ujarnya.
Dewi mengatakan, bagian yang dicoret dan direvisi berikut dengan penambahannya. Tanda tangannya ternyata berbeda, setelah dianalisis dan dibandingkan dengan 39 tanda tangan asli almarhum.
Temuan Berharga
Direktur Kriminal Umum Polda Metro Komisaris Besar Khrisna Murti mengatakan analisis grafolog Deborah Dewi terhadap tulisan tangan Akseyna Ahad Dori sangat membantu penyelidikan. "Itu bahan penyelidikan yang amat berharga," kata Khrisna.
Obyek yang dianalisis Deborah adalah tulisan dalam surat wasiat yang ditemukan di kamar kos Akseyna dan catatan kuliah Akseyna pada 2013-2014. Surat perpisahan itu ditemukan oleh Jibril, teman dekat Akseyna.
Juru bicara Universitas Indonesia, Rifelly Dewi Astuti, mengatakan Jibril adalah teman seangkatan Akseyna dan menjadi orang terakhir yang berada di kamar kos Akseyna, sebelum ia ditemukan mengambang di danau kampus. Sejak kematian Akseyna, pengelola kampus menempatkan Jibril di asrama UI. “Sudah sebulan dia di sana atas permintaan keluarganya,” ujar Rifelly.
Menurut Rifelly, keluarga Jibril keberatan atas pemberitaan media massa yang menyeret-nyeret nama putra mereka dalam kematian Akseyna. Dengan menempatkan Jibril di asrama, diharapkan dia bisa lebih nyaman. "Keluarga meminta universitas memperhatikannya," kata Rifely
RAYMUNDUS RIKANG | IMAM HAMDI
Berita Menarik:
Aneh, Bahan Beras Plastik Justru Mahal: Iseng atau Teror?
Heboh Mafia Migas dan Tudingan ke Mantan Presiden SBY