Enam pengusaha, yakni Aris Nugroho (PT Manggala Krida Yudha), Richard Hartono (PT Taman Harapan Indah), Yahya B Riabudi (PT Pembangunan Jaya Ancol), A Syaifuddin (PT Pelindo II), Ongki Sukasah (PT Jakarta Propertindo), dan Tjondro Liemonta (Bakti Bangun Era) memang menggugat Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim ke PTUN. Mereka, yang sebelumnya menjadi kontraktor proyek reklamasi Pantura, meminta hakim membatalkan Keputusan Menteri LH Nomor 14 tahun 2003 2003. Inti keputusan itu menolak hasil analisa dampak lingkungan (amdal) proyek reklamasi Pantura.
Ketika sidang digelar Juli lalu, muncul intervensi dari empat LSM yaitu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (APHI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) serta Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) yang mendukung Menteri Lingkungan Hidup. Mereka mengajukan permohonan diri agar dilibatkan sebagai pihak ketiga dalam sengketa tersebut.
Dalam putusan sela hari ini, Eddy mengabulkan permohonan intervensi tersebut. Menurutnya, dalam akta pendirian masing-masing lembaga yang dijadikan sebagai bukti awal, menyebutkan mereka bergerak dalam bidang penegakan hukum lingkungan hidup. Lebih dari itu, kata Eddy, Pasal 83 UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur kemungkinan pihak-pihak yang berkepentingan atas suatu kasus melakukan intervensi meskipun sidang tersebut tengah berjalan.
Pihak penggugat yang diwakili kuasa hukumnya, Didi Irawadi dan Muhammadiantoro dari kantor pengacara Amir Syamsuddin dan Partners, akan mengajukan banding atas putusan sela itu. Pihak penggugat, kata Muhamadiantoro mempertanyakan apakah akta pendirian keempat lembaga yang menjadi pertimbangan putusan sela majelis hakim telah disahkan atau belum. "Hal itu kan belum jelas," tandasnya.
Muhamad Assegaf yang menjadi kuasa hukum Menteri Negara Lingkungan Hidup mengatakan keputusan majelis hakim baru sebatas memperbolehkan pihak intervensi untuk ikut menjadi tergugat. "Kita lihat lagi perkembangannya dalam sidang selanjutnya," ujarnya. Menurut Assegaf, keenam perusahaan ini salah gugat. "Seharusnya mereka menggugat Badan Pelaksana Pantura karena analisa dampak lingkungannya (Amdal) ternyata belum layak," tegasnya. Kementrian Negara Lingkungan Hidup menurut Assegaf hanya memberikan izin atas amdal itu bersama komisi yang terdiri dari berbagai departemen teknis terkait termasuk Pemda DKI Jakarta.
Dari pihak intervensi yang diwakili Isna Hertati dari WALHI mengatakan pihaknya bersama tergugat I akan memberi jawaban atas gugatan enam pengusaha. "Posisi kami saat ini tetap menolak reklamasi Pantura selama masalah yang ada belum diselesaikan," tandas Isna. Dikabulkannya permohonan intervensi ini menurut Isna merupakan preseden hukum pertama di Indonesia. (Sita Planasari ATempo News Room)