Rinaldi, 50 tahun, warga Bedahan, mengatakan sudah merasakan pemadaman sejak dua minggu yang lalu. Bahkan pernah dalam sehari terjadi dua kali pemadaman. Umumnya pemadaman berlangsung selam satu sampai dua jam. Sebagian tetangganya juga mengeluhkan barang-barang elektronik yang kemudian rusak sebagai imbas dari pemadaman ini.
Tidak ingin berlarut-larut dalam kondisi yang tidak pasti ini, Rinaldi dan beberapa tetangganya berencana untuk “patungan” membeli genset. “Ya, sekarang lagi cek harga genset dan lihat apakah cukup kuat untuk mengoperasikan barang-barang elektronik kayak TV, dan lain-lain,” kata dia kepada Tempo, Senin (09/11). Apalagi jika listrik mati, ia dan keluarganya sulit mendapatkan air. Maklum keluarganya masih bergantung pada pompa air dan belum ada PAM.
Adapun Fifi, 26 tahun, warga Taman Manggis mengatakan jika pemadaman, khususnya di malam hari membuat anaknya cenderung menangis terus. “Maklum anak kecil kalau gelap rewel,” ujar perempuan yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil tersebut. Selain itu, pemdaman listrik juga berpengaruh terhadap kualitas nasi yang dimasak. “Kalu magic jarnya mati, nasinya jadi bau,” kata dia.
Meski demikian, baik Rinaldi dan Fifi mencoba untuk tetap berpikir positif terhadap peristiwa ini. “Ya kita pikir pemadaman listrik bergilir biasa,” kata Rinaldi.
TIA HAPSARI