Puluhan bangunan itu dijadikan tempat usaha seperti foto kopi, warung makan, kios voucher, penjualan kusen dan sejumlah usaha lain.
S. Andes, seorang penyewa bangunan yang dijadikan kios bingkai lukisan, kepada Tempo menyesalkan sikap Pemerintah Kota Tangeran yang tidak memberitahu jauh-jauh hari. "Saya mendapat surat kemarin, saat ini harus dibongkar," kata Andes.
Ia mengaku membayar Rp 8 juta per tahun untuk menyewa bangunan semi permanen berukuran 3 x 3 meter itu. Andes saat ini masih mencari tempat untuk membuka usaha bingkai akibat kios sewanya dibongkar.
Tempo mengamati bangunan liar itu tumbuh menjamur sejak beberapa tahun terakhir. Lahan yang dijadikan tempat usaha liar itu milik Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Para pelaku usaha di Jalan Moch Yamin selain melanggar garis sepadan jalan yang seharusnya berjarak 10 meter dari bangunan ke jalan, juga menyalahi Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2000 tentang Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban (K3).
Departemen Hukum dan HAM sendiri juga memiliki aturan sejak 2002 pegawai yang menempati rumah dinas dilarang mengubah/menambah dan mengurangi bangunan tanpa seizin instansi berwenang.
Secara terpisah, Kepala Bidang Penertiban Satpol PP Mulyanto mengatakan penertiban akan terus dilakukan. Termasuk beberapa hari ke depan akan ditertibkan pula bangunan tak berizin di sepanjang jalan Bypass Sudirman.
"Hari ini kita kirim surat pemberitahuan pembongkaran. Sebenarnya tanpa surat sudah kewajiban kita melakukan penertiban. Apalagi tahun 2010 adalah tahun penegakan peraturan daerah," kata Mulyanto.
Mulyanto mengatakan pihaknya memberikan waktu secepatnya bagi pelaku usaha untuk membersihkan bekas bangunan supaya bisa dimanfaatkan lagi seperti asbes, kaca dan kayu-kayu.
Sementara, Kepala Humas dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang Ahsan Annahar menyatakan bekas bangunan liar di sepanjang jalan Moch Yamin akan dijadikan ruang terbuka hijau.
AYU CIPTA