TEMPO Interaktif, Jakarta - Pertemuan perwakilan dari orangtua murid yang melaporkan dugaan korupsi dan mengalami tindakan intimidasi di SD 12 Pagi Rawamangun, dengan Kepala Seksie Pendidikan Dasar Kecamatan Pulo Gadung berlangsung alot dan tidak mencapai kata sepakat untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di sekolah berstandar internasional tersebut.
"Rapat berlangsung deadlock, karena dari pihak Kasie tidak mau memnuhi tuntutan kami dengan berbagai alasan," Ujar Deddy, salah satu perwakilan orangtua yang ikut melakukan pertemuan.
Dalam pertemuan tersebut, Perwakilan Orangtua murid mengajukan dua permohonan kepada Pengelola SDN 12, yang diwakili oleh Yitno selaku Kepala Sekolah, dan Kepala Seksi Pendidikan Dasar, H. Usman. Orangtuamurid tersebut meminta transparansi dan keterbukaan anggaran sekolah selama ini, serta menuntut agar Pihak Sekolah beserta Kasie menyatakan permohonan maaf atas segala tindak intimidasi yang telah mereka lakukan kepada murid maupun orangtua murid tersebut.
Mengenai transparansi dana, Yitno, selaku kepala sekolah , berdalih bahwa anggaran keuangan selama ini tengah diaudit oleh akuntan publik terlebih dahulu. "Jadi, tunggu dulu hasil auditnya," papar Yitno, tanpa memberikan janji waktu penyampaian. Saat dituntut permohonan maaf soal surat instruksi pengeluaran siswa yang pernah dia terbitkan, Yitno berkilah, " Saat itu saya sedang shock, dan itu kan juga belum direalisasikan," kata dia, yang langsung dijawab oleh salah seorang orangtua murid, "Tidak jadi karena sudah kita laporkan, coba kalau belum?" tekannya.
Sementara itu, H. Usman, Kepala Seksie Pendidikan Dasar Kecamatan Pulo Gadung, tidak mau berkomentar lebih soal dugaan penyimpangan dana dan transparansi yang diminta orangtua murid. " Kalau soal dana , kita serahkan pada proses hukum yang sedang berlangsung," tegas Usman.
Soal surat-surat yang pernah dilayangkan Usman selama ini, mulai dari permintaan mengeluarkan siswa yang orangtuanya melaporkan dugaan korupsi , hingga permintaan ke Gubernur mengenai penghentian para orangtua sebagai warga DKI, Usman menyangkan hal tersebut dengan alasan itu semua hanya masalah interpretasi. "Coba dibaca dulu yang benar, maksud saya bukan pencabutan KTP ,tidak tertulis disitu," ujar Usman.
Deddy, salah seorang perwakilan orangtua murid yang juga pernah menjadi anggota komite, mengaku kecewa atas sikap yang ditunjukkan oleh pihak sekolah maupun Usman, selaku Kepala Seksie Pendidikan Dasar. "Tuntutan kami kan cuma dua, apa sih susahnya publikasi dana anggaran kalau memang benar bisa dibuktikan tidak untuk kesejahteraan gurunya?" tukas Deddy.
Perseteruan antara wali murid dan Pengelola Sekolah Dasar Berstandar Internasiolan SDN 12 Pagi, bermula ketika beberapa dari orangtua murid melaporkan adanya indikasi korupsi di sekolah tersebut kepada instansi-instansi hukum terkait. Konflik memanjang, ketika Pihak Sekolah yang dilaporkan kemudian merasa tersinggung dengan proses-proses hukum yang dijalani dan melakukan tindakan-tindakan yang didukung oleh Kasie Dikdas Kecamatan Pulo Gadung, dan dianggap sebagai tindakan intimidasi oleh para orangtua murid tersebut.
GUSTIDHA BUDIARTIE