TEMPO Interaktif, Jakarta -Jembatan bekas rel kereta api di sebelah Jalan RE Martadinata, Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang digunakan untuk menyeberang Kali Tirem setelah jalan ini ambles, ditutup polisi pagi tadi. Pengendara sepeda motor melaporkan ke polisi karena harus membayar pungutan liar setiap melalui jembatan tersebut.
Selama ini Yayasan Alwarizu Iskandar memungut sumbangan pembangunan mesjid di lokasi itu. Ketua Yayasan, Muhammad Iskandar mengaku mengeluarkan biaya untuk memperbarui tripleks dan kayu di jembatan agar aman dilalui. Namun, menurutnya, tidak ada paksaan untuk menyumbang."Pungutan liar itu tanpa sepengetahuan kami," kata Ketua Yayasan Alwarizu Iskandar, saat ditemui di lokasi penutupan.
Iskandar menyayangkan jika pihaknya disalahkan sebagai pemalak para pengguna jalan. "Kalau memang betul ada pemalakan, itu bukan kami," ujarnya. Jam operasional panitia peminta sumbangan, disebutkannya, hanya dari pukul 06.00 hingga 14.00. "Di luar itu, bukan untuk pembangunan mesjid," katanya.
Mesjid Nurul Iman yang hendak dibangun yayasan Iskandar ini berada di Jalan Pelita VI RT 08 RW 15 Solobone, Papanggo, Tanjung Priok, sekitar 50 meter dari jembatan rel kereta itu. Iskandar mengaku pembangunan mesjid ini sempat terhenti karena tak ada biaya. "Untungnya waktu itu jalanan ambles, ya kami manfaatkan untuk mengumpulkan sumbangan," ujarnya.
Terhitung sejak Jalan Martadinata ambles, pertengahan September lalu, yayasan milik Iskandar sudah mengumpulkan dana lebih dari Rp 107 juta. "Biaya total pembangunan mesjid sampai Rp 2,5 miliar, jadi kami bersyukur banyak warga yang menyumbang saat lewat jembatan ini," katanya.
Setelah jembatan ditutup, Iskandar mengaku rela kehilangan pemasukan utama pembangunan mesjid tersebut. "Tidak apa-apa, tidak masalah, kami malah bersyukur sempat mendapat sumbangan sedemikian besar," ujarnya.
PUTI NOVIYANDA