TEMPO Interaktif, Jakarta - Muhammad Ghufron Iqbal, 14 tahun, dilaporkan menghilang sejak Sabtu 14 Mei 2011 malam. Remaja yang akrab dipanggil Dito ini terakhir kali terlihat di sekolahnya, Pondok Pesantren Darunnajah di Jalan Ulujami Raya, Pesanggrahan Jakarta Selatan.
"Sejak malam Minggu (14 Mei 2011) pengawas pesantren bilang bahwa dia (Dito) sudah tidak terlihat di lingkungan Pesantren," kata kakak Dito, Kuntjoro Harimurti, saat dihubungi TEMPO, Selasa 17 Mei 2011.
Dito adalah putra bungsu dokter spesialis jantung Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan, Sudigdo Sastroasmoro. Anak kelima dari lima bersaudara ini memiliki tinggi badan 171 cm dan berat badan 64 kg, serta kulit sawo matang. Terakhir dilihat, Dito mengenakan baju hem putih dan celana biru tua. "Pihak pesantren mencarinya dari malam Minggu hingga Minggu sore tapi tidak ketemu juga. Informasi ke pihak keluarga diberikan pada Minggu sore," ucap Kuntjoro.
Dito dilaporkan menghilang karena tidak izin sama sekali kepada pengurus pesantren ketika meninggalkan pesantren. Dari peraturan yang ada, anak-anak yang sekolah di pesantren itu tidak dapat keluar dari lingkungan pesantren tanpa izin dari pengurus pesantren. Izin pulang ke rumah pun hanya diberikan oleh pihak pesantren setiap Kamis sore hingga Sabtu pagi.
Setelah mendapat informasi kehilangan, dikatakan Kuntjoro, pihak keluarga terus melakukan upaya pencarian terhadap Dito. Informasi dari hasil pencarian, sempat ada yang melihat seorang anak dengan ciri seperti Dito menginap selama dua malam di Masjid Jami Bintaro, Jakarta Selatan, yakni dari Sabtu malam (14 Mei 2011) hingga Minggu malam (15 Mei 2011). "Penjaga masjid itu sempat melihat dan menanyakan nama anak itu. Dan anak itu mengaku bahwa dia bernama Ghufron," ucap Kuntjoro.
Namun, ketika pihak keluarga mencoba menunggu anak itu di Masjid Jami Ulujami pada Senin malam (16 Mei 2011), tidak didapat hasil yang diharapkan. "Bapak dan adik saya menunggu di sana, tetapi tidak ketemu," kata Kuntjoro.
Keluarga juga sudah berupaya melakukan pencarian ke puluhan masjid di sekitar wilayah Bintaro. "Sempat juga ada laporan yang melihat anak seperti ciri tersebut berada di Masjid Darussalam, sekitar 500 meter dari Masjid Jami Bintaro. Oleh karena itu, malam ini saya menunggu di Masjid Darussalam," ujar Kuntjoro.
Selain itu, keluarga juga melakukan pencarian di beberapa warung internet (warnet) di sekitar wilayah Ulujami dan Bintaro. "Informasi dari pengurus pesantren menyebutkan bahwa anak-anak pesantren sering bermain internet di daerah Bintaro. Di samping itu, Dito juga memang senang pergi ke warnet," ujar Kuntjoro.
Dikatakan Kuntjoro, motif dari menghilangnya Dito sama sekali tidak diketahui pihak keluarga. "Sebenarnya tidak ada gelagat yang berbeda dari kesehariannya. Dia hanya sempat mengeluh jenuh dengan suasana belajar di pesantren. Tapi itu adalah hal yang wajar. Keluarga memintanya untuk bersabar karena 2-3 minggu lagi ada ujian," kata Kuntjoro.
Memang, kesehariannya, Dito tinggal di pesantren itu selama hampir seminggu penuh. Dia hanya pulang ke rumah setiap Kamis sore, kemudian kembali lagi ke pesantren pada Sabtu pagi. Minggu lalu, Dito sempat pulang lebih awal, yakni pada hari Senin 9 Mei 2011. Hal ini karena dia menderita penyakit kulit di kaki sehingga perlu mendapat pengobatan dan setiap harinya dibawa ke dokter kulit oleh sang ibu. Ketika kondisinya sudah membaik, pada Sabtu pagi (14 Mei 2011), Dito kembali lagi ke pesantren.
Keluarga sudah melaporkan kehilangan ini ke Kepolisian Sektor (Polsek) Pesanggrahan pada Senin 16 Mei 2011 malam. "Tapi kami tidak tahu tindak lanjut polisi akan seperti apa," ucap Kuntjoro. Sejauh ini belum ada lagi perkembangan soal pencarian Dito.
PRIHANDOKO