TEMPO Interaktif, Jakarta - Dengan mata sembap, air mata mengalir dari Nur Hasanah, 35 tahun, dan Haerudin, 37 tahun. Pedagang rongsokan besi tua dan tukang ojek ini harus merelakan ketiga anaknya tewas tertabrak kontainer di jalan yang sama, Jalan Cakung-Cilincing, dalam selang waktu sekitar 100 hari atau 4 bulan.
Belum juga sebulan keduanya memperingati 100 hari kematian sang anak kedua, Muhammad Arifin, 19 tahun, pada 17 Juni lalu. Kamis sore, 14 Juli 2011, keduanya harus mengikhlaskan anak ketiga dan keempatnya kembali tewas "dicium" truk kontainer.
"Kalau dibilang ikhlas ya tidak ikhlas. Belum lama seratus harian Arifin, eh, kok ini langsung 2 anak kami dipanggil Tuhan lagi," tutur Hasanah sembari menangis, ditemui di rumahnya di Kampung Sungai Begog Nomor 21, RT 006/RW 003, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing, Jumat lalu 15 Juli 2011.
Hasanah dan Haerudin tak punya perasaan apa-apa ketika memperbolehkan si bungsu Adriansyah Ramdani, 6 tahun, ikut menjemput si kakak, Bambang Rudiansyah, 7 tahun. Kedutan di sekitar mata Hasanah tak dianggapnya sebagai firasat kehilangan 2 anak bungsunya di sore hari.
Adri bahkan merengek minta pakai seragam sang kakak yang baru saja diangkat menjadi ketua kelas 2 SD Negeri 02 Semper Barat, Kampung Beting. Walau sering berantem ala bocah, kedua anak yang hanya berjarak setahun ini bagaikan anak kembar. "Cuma si Adri lucu, ceriwis. Suka ngomong mau jadi dokter. Kalau kakaknya lebih pendiam, tapi pintar," kata Hasanah.
Keduanya juga dekat dengan Arifin yang selalu mengajak keduanya bermain. "Sejak kakaknya meninggal, Adri sering ngomong mau makan, bobo, dan main bertiga. Baru kemarin pagi minta kasur buat tidur bertiga, ya saya kabulkan," kata Hasanah.
Begitu pula Haerudin, sakit di perutnya pun tak menahan kewajibannya menjemput anaknya sekolah setiap hari. Hanya, sakit pun membuat sang ayah sedikit kehilangan konsentrasi, lupa kalau ada lubang di tengah di depan FMC Technology, dekat putaran Volvo, Semper Timur, Cilincing. "Saya kaget ketika ketemu lubang di tengah," kata Haerudin.
Kamis sore pekan lalu itu, Bambang dan Adri tewas terkena buntut kontainer bernomor polisi B 9840 JR yang dikendarai Samsuri, 30 tahun. Keduanya terlindas truk karena sang sopir kontainer asyik menelepon.
Awalnya Haerudin berkendara di tengah hanya menghindari lubang-lubang yang sebagian besar berada di kanan. Melihat mobil di depannya banting setir ke arah kiri, Haerudin kaget menyadari lubang di tengah depan FMC Tecnology. Melihat masih ada sela sedikit di truk sebelah kanan, Haeruddin pun menyelip ke sebelah kanan.
Tak disangka, motor Yamaha Jupiter MX BB 6615 UPK yang dikendarainya merosot dan Haerudin pun jatuh ke sebelah kanan. Dengan kaki kanan tertimpa motor, Haerudin hanya mampu duduk. Setengah sadar dirinya berusaha menyelamatkan kedua anaknya. Tapi, hanya dalam waktu sepersekian detik, Adri dan Bambang terlindas truk yang dikendarai Samsuri. "Habis itu saya teriak-teriak minta tolong pengguna jalan sekitar. Tapi, motor sama truk lewat saja tidak ada yang bantuin," kata Haerudin.
Sekitar sepuluh menit minta tolong, satpam perusahaan sekitar dan pedagang kelontong baru membantu. Sopir truk yang menabrak pun sempat tidak sadar dan baru menepi setelah diteriaki pengguna jalan lain.
Saat ini, hanya anak pertama Tati Widyawati, 20 tahun, suami, dan seorang bayi baru lahir yang mewarnai hari-hari Hasanah dan Haerudin. Arifin, Bambang, dan Adri sudah dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Budi Dharma, tak jauh dari rumah mereka. Bambang dan Adri dimakamkan hanya berjarak 100 meter dari Arifin yang meninggal 9 Maret lalu.
"Berharap enggak ada lagi hal-hal seperti ini. Jalan-jalan yang lagi diperbaiki itu cepat diberesin," kata Haeruddin.
ARYANI KRISTANTI