TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat pendidikan Arief Rahman Hakim menganjurkan SMA 6 dan SMA 70 menyatakan ikrar untuk menghentikan aksi tawuran. Menurut Arief, ikrar tersebut diperlukan untuk mengukuhkan komitmen kedua sekolah tersebut menghentikan kekerasan di antara mereka. “Beda pendapat boleh, tapi jangan sampai berkonflik. Harus ada ikrar dari kedua belah pihak,” ujar Arief, Rabu, 21 September 2011.
Arief mengatakan ada banyak jalan untuk mengakhiri tradisi tawuran antara SMA 6 dan SMA 70. Setiap solusi yang diambil, kata Arief, harus mengedepankan komunikasi dan mediasi antara kedua belah pihak. Arief mengatakan jika memang tawuran tersebut tradisi turun temurun, maka tradisi tersebut harus dipotong. “Harus diamputasi tradisi itu,” katanya.
Jalan pertama, Arief mengatakan, setiap pihak di sekolah harus mengadakan pertemuan untuk membahas tawuran. “Siswa, guru, alumni, dan orang tua murid adakan pertemuan,” ujarnya. Pertemuan itu, kata Arief, harus bisa menangkap dan menyalurkan suara dari pihak-pihak yang ingin tradisi tawuran dihentikan. “Pasti ada siswa atau guru yang ingin tawuran itu berhenti,” ujarnya.
Untuk solusi jangka panjang, Arief mengatakan SMA 6 dan SMA 70 bisa membuat program-program bersama. Misalnya, mengadakan pertunjukan kesenian di luar negeri atau program pertandingan olahraga antara tim gabungan SMA 6 dan SMA 70 melawan tim dari sekolah lain. “Biar yang terangkat nama SMA Bulungan, bukan SMA 6 atau SMA 70,” kata dia.
Dinas Pendidikan DKI, kata Arief, bisa berperan sebagai mediator mendamaikan SMA 6 dan SMA 70. Ia sendiri tak setuju dengan solusi pemindahan siswa yang terlibat tawuran. Ia menilai itu bukan solusi yang baik. “Kalau namanya musuh pindah ke manapun pasti dicari.”
ANANDA BADUDU