TEMPO Interaktif, Jakarta - Sosiolog perkotaan Gumilar Rusliwa Soemantri menilai pemerintah harus memiliki komitmen kuat dalam menyelesaikan masalah pemukiman liar di bantaran sungai atau rel kereta api di Ibu Kota. Menurutnya, penyelesaian masalah sosial itu harus serius dan dilakukan dalam jangka panjang. “Penyelesaian harus jangka panjang. Harus ada solusi. Tidak bisa hanya memulangkan ke kampung halaman atau memberi uang dalam nominal tertentu sebagai kompensasi,” kata Gumilar, Kamis, 13 Oktober 2011.
Warga yang dipulangkan, kata Gumilar, harus diberi pelatihan keterampilan dan wirausaha agar bisa hidup mandiri setelah dipulangkan. “Ibaratnya, tidak hanya diberi ikan atau kail saja, tapi juga diajari cara memancing yang benar untuk mendapat banyak ikan.”
Munculnya pemukiman di sepanjang bantaran kali atau rel itu, dinilai Gumilar, merupakan bukti gagalnya program otonomi daerah. Menurutnya, daerah masih tidak mampu memenuhi kebutuhan penduduknya, khususnya di bidang ekonomi. Selain itu, katanya, penegakan hukum di Jakarta juga tidak tegas karena birokrat yang ada di tataran operasional sebagian besar kehidupan ekonominya tidak jauh dengan warga yang ada di bantaran kali atau rel kereta.
“Ada pembiaran karena faktor sosiokultural yang tidak jauh berbeda. Ada keseganan.” Opsi pemindahan pusat pemerintahan dari Jakarta, dinilai Gumilar, harus terus diapungkan untuk membagi beban Jakarta.
Sebelumnya, sejumlah warga yang tinggal di bantaran rel kereta api di kawasan Bendungan Hilir dan Petamburan, Jakarta Pusat, kembali ke Jakarta setelah dipulangkan ke kampung halaman masing-masing. Hal itu dilakukan karena mereka kecewa dengan Kementerian Sosial yang menurut mereka ingkar janji. Padahal, kementerian sebelumnya berjanji akan memberi uang saku senilai Rp 10 juta rupiah dan merenovasi rumah warga yang ikut pemulangan.
Penertiban di bantaran rel kereta merupakan program PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang bekerja sama dengan Kementerian Sosial untuk membersihkan lahan sepanjang jalur kereta api. Dua instansi itu sebelumnya sudah memulangkan 24 kepala keluarga yang tinggal di sepanjang rel. Namun, beberapa dari mereka kembali ke Jakarta setelah dana yang dijanjikan sebagai modal usaha tidak kunjung cair.
ARIE FIRDAUS