TEMPO Interaktif, Jakarta - Bahan bakar gas jenis CNG (compressed natural gas) yang digunakan bus Transjakarta banyak menimbulkan masalah. Akibatnya, kinerja operasional di busway rendah.
Kepala Badan Layanan Umum Transjakarta Busway, Muhammad Akbar, mengungkap itu pasca-insiden ledakan tangki BBG yang dialami satu armada bus Transjakarta dan melukai dua orang di Stasiun Pengisian BBG Pinang Ranti, Jakarta Timur. “Kualitas CNG, meskipun masih memenuhi standar kualitas nasional, masih berada di bawah standar kualitas gas untuk sektor transportasi di negara lain,” katanya lewat siaran pers yang diterima Tempo Kamis malam.
Akbar mengungkap keluhannya itu yang telah diperkuat hasil penelitian di laboratorium. Menurut Akbar, operator bus mengeluhkan kualitas CNG yang buruk karena mengandung air, lumpur, dan oli. Dampaknya, butuh perawatan dan penggantian suku cadang yang lebih banyak dari yang seharusnya.
“Kualitas gas yang masih di bawah standar agar diperbaiki dan pemeliharaan terhadap perawatan mesin pengisian dilaukan secara berkala dari agen tunggal pemegang merk,” kata Akbar.
Masalah lainnya adalah keterbatasan jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas dan jaminan suplai yang diberikan Perusahaan Gas Negara. Operasional lima SPBBG yang ada saat ini jelas kurang untuk lebih dari 400 armada bus saat ini. Terlebih tiap bus rata-rata harus mengisi bahan bakarnya dua kali sehari.
Belum lagi untuk sebagian koridor lokasi lima stasiun yang ada relatif jauh untuk dijangkau dengan waktu antre yang juga tidak sebentar. Lima stasiun itu masing-masing ada di Pinang Ranti, Kampung Rambutan, Karet Pesing, Jalan Pemuda, dan Pancoran.
“Minimal harus dilakukan pengoperasian kembali dan revitaliasi SPBBG di Jalan Ahmad Yani dan Jalan Daan Mogot,” katanya sambil menamabahkan, “Pembangunan SPBBG dengan sistem mother and daughter di sepanjang koridor busway harus segera dilakukan.”
Ketika dihubungi pagi ini, Jumat, 21 Oktober 2011, Akbar menyatakan belum dapat kepastian kapan SPBG Pinang Ranti bakal dibuka lagi. Dia menunjuk Perusahaan Gas Negara dan Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang berwenang menilai kelayakan stasiun itu untuk beroperasi kembali.
“Mereka yang bertanggung jawab beri perizinan, uji kelayakan, dan pengawasan BBG,” kata Akbar.
WURAGIL