TEMPO.CO, Depok - Pihak SD Leuwinanggung 1 melaporkan penyegelan sekolah itu oleh ahli waris keluarga Kasim kepada Kepolisian Resor Kota Depok, Selasa, 19 Juni 2012. “Kami melaporkan perlakuan yang tidak menyenangkan terhadap penyegelan sekolah kami," kata Kepala Sekolah SD Leuwinanggung 1, Oneng Nengsih, setelah membuat laporan.
Pelaporan, kata Oneng, dilakukan karena penyegelan itu sudah mengganggu proses belajar mengajar. "Penyegelan itu membuat resah semuanya. Apalagi siswa dan orangtua siswa," katanya. "Bayangkan saja ada 285 siswa yang telantar."
Pagi ini, kata Oneng, para siswa kebingungan karena pintu gerbang sekolah telah disegel dan dipalang dengan bambu. Siswa juga terlihat emosional dan berusaha membuka gerbang yang digembok. "Meski sekolah disegel, kami tetap mengimbau anak-anak agar tetap tenang dan tak melakukan perusakan," kata Oneng.
Oneng kemudian mengarahkan semua siswa untuk belajar di halaman rumah Rosi, 35 tahun, warga RT 03/02, Leuwinanggung, Tapos, sekitar 500 meter dari sekolah. "Namun dikasih waktu hanya lima hari," katanya.
Pembagian rapor pada Jumat, 22 Juni 2012, nanti akan dilakukan di halaman rumah itu. Tapi, "Setelah itu kami akan mencari lokasi lain. Saya bersyukur karena Bu Rosi bersedia menampung kami," katanya.
Kemarin, 18 Juni 2012, ahli waris menggembok gerbang sekolah yang berada di RT 08/02 Kelurahan Leuwinanggung, Tapos, itu pada pukul 13.30 WIB. Bukan saja gerbang, tapi semua ruang kelas sudah dipalang dengan bambu. “Mereka (keluarga ahli waris) nggak sabar dan meminta untuk segera meninggalkan sekolah," katanya.
Menanggapi laporan pihak sekolah, Kepala Kepolisian Polresta Depok Komisaris Besar Mulyadi Kaharni mengatakan pihaknya akan melakukan mediasi antara ahli waris dan Pemerintah Kota Depok. "Kami akan amankan dulu sekolah dan membicarakan dengan kedua belah pihak," katanya.
Mulyadi mengatakan, masalah itu perlu didalami secara intensif karena masalah sengketa itu sudah terlalu lama. "Sudah sengketa sejak 1985," katanya.
Wali Kota Depok Nur Mahmudi Isma'il menyayangkan penyegelan tersebut. "Kalau mereka merasa memiliki, sebaiknya dilakukan melalui jalur hukum, bukan penyegelan," katanya. Nur menegaskan, pihaknya sudah menerima legalitas tanah tersebut dari Pemerintah Daerah Bogor sejak 1969. Secara luas masyarakat sekitar juga sudah mengakui bahwa tanah itu milik pemerintah.
ILHAM TIRTA
Berita lain
Polisi Tangkap Lagi Pembunuh Anak Reggae
Jaringan Si Unyil, Julukan Penembak Satpam IPB
Kepolisian Kejar Pengeroyok Evan Mulyadi
Temui Pembeli BlackBerry, Pelajar SMK Dirampok
Feeder Busway Rambutan-Bekasi Beroperasi Besok