TEMPO.CO, Jakarta - Siswa-siswa Sekolah Darurat Kartini masih ingin mempertahankan sekolah mereka. "Saya masih mau di sini," kata Sulis, 10 tahun, Senin, 23 Juli 2012.
Bocah yang duduk di kelas lima sekolah dasar itu mengungkapkan alasannya, "Di sini kan tidak bayar, kalau bukan di sini saya tidak tahu sekolah ke mana lagi."
Lindi, 11 tahun, teman sebangku Sulis menambahkan, di Sekolah Darurat Kartini mereka tak hanya digratiskan dalam urusan biaya sekolah. Di sekolah yang diasuh oleh guru kembar Sri Irianingsih dan Sri Rossiati itu, siswa juga dibebaskan dari kewajiban membeli alat tulis, seragam dan perlengkapan sekolah lain.
"Di sini semuanya dikasih, gratis," kata putri seorang kuli bangunan yang tinggal di kawasan Ancol, Jakarta Utara ini.
Sekolah Darurat Kartini kini menempati bangunan 10x40 meter di kawasan pergudangan Kampung Bandan, Ancol, Jakarta Utara. Kegiatan belajar-mengajar mereka di sana rupanya tak akan lama. PT Kereta Api Indonesia (KAI) berencana menertibkan bangunan-bangunan di sisi rel, termasuk sekolah Kartini. Surat pemberitahuan untuk pengosongan lahan pun telah dilayangkan. Batas waktu pengosongan lahan adalah 9 September 2012 mendatang.
Mewakili 500-an teman mereka dari tingkat PAUD, SD, SMP hingga SMA di Sekolah Darurat Kartini, Sulis dan Lindi bertekad mengikuti rencana ibu guru kembar memindahkan sekolah mereka. "Soalnya Bapak tidak bisa sekolahkan saya di (sekolah) umum biasa," kata sulung dari tiga bersaudara ini.
PINGIT ARIA
Berita Terkait:
Kisah Pilu Sekolah Anak Jalanan Kartini
Usia Sekolah Kartini Tinggal Dua Bulan
Koin untuk Sekolah Kartini Dikumpulkan
Sekolah Kartini Terancam Digusur
''Uang Kecil'' untuk Sekolah Kartini hingga Agustus