TEMPO.CO, Jakarta - Bangkai paus sperma yang ditemukan di Muara Gembong, Bekasi, tak kunjung tenggelam meski sudah dipasangi bandul seberat 3 ton. Padahal bangkai itu sudah dilepas di perairan Kepulauan Seribu sejak empat hari lalu. "Kemarin sempat hanyut, tapi sampai sekarang belum tenggelam juga," kata Kepala Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kepulauan Seribu Liliek Litasari, Jumat, 3 Agustus 2012.
Menurut Liliek, paus itu sempat terseret arus ke arah barat perairan Pulau Kotok. Akibatnya, petugas yang juga dibantu oleh penyelam dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) harus menyeretnya kembali ke tempat semula. "Kemungkinan masih ada gelembung renang dalam tubuhnya, jadi sulit tenggelam," ujarnya.
Liliek menyatakan bangkai paus berwarna hitam itu harus ditenggelamkan. Sebab, jika tidak, bisa mencemari perairan di sekitarnya. Saat ini pun, menurut dia, telah keluar cairan serupa minyak berbau busuk dari bangkai itu. Di kedalaman yang tepat, bangkai paus tidak akan mencemari lingkungan sebab akan terurai dan dimangsa biota lain. Apalagi lokasi penenggelaman sengaja dipilih yang jauh dari permukiman. "Jadi relatif aman," katanya.
Selain untuk meminimalkan dampak buruk terhadap lingkungan, opsi penenggelaman dipilih agar bangkai paus dapat diteliti untuk keperluan edukasi. Bahkan, sebelum ditenggelamkan, para peneliti dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengambil sampel dari mamalia laut terbesar itu.
Sebelumnya, temuan bayi paus sperma itu sempat membuat geger warga Karawang pada Jumat lalu. Waktu itu, hewan tersebut berhasil selamat setelah ditarik ke laut lepas oleh para sukarelawan dan petugas gabungan dari TNI dan Polri. Sayangnya, bayi paus yang diperkirakan berasal dari perairan dalam di Australia itu kembali terdampar dan akhirnya mati di Pantai Muara Gembong, Bekasi, Ahad lalu.
PINGIT ARIA