TEMPO.CO, Jakarta - Akhir September 2012 lalu, Jakarta dikejutkan oleh kematian sepasang kekasih, Mirza Nuruzzaman, 35 tahun, dan Asywarah Indah Sari Eka Putri, 26 tahun. Keduanya berencana menikah sepekan sebelum maut merenggut nyawa mereka. Masjid untuk lokasi pernikahan sudah dipesan. Undangan pun telah disebar.
Yang membuat kasus ini misterius adalah polisi menduga calon pengantin pria membunuh kekasihnya, sebelum kemudian bunuh diri. Benarkah? Apa motif di balik pembunuhan itu? Untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, reporter Tempo, Munawwaroh, menelusuri satu demi satu fakta yang berkaitan dengan tragedi ini.
***
Kematian tragis sepasang calon pengantin yang sepekan lagi akan menikah membuat banyak orang bertanya-tanya. Apa yang membuat Mirza Nuruzzaman, seorang pria India yang baru dua kali datang ke Indonesia, tega menyayat leher perempuan yang akan dia nikahi, hanya sepekan sebelum mereka resmi menjadi suami-istri? Mengapa pula setelah melakukan pembunuhan sadis itu Mirza nekat berbaring di rel kereta dan bunuh diri?
Dalam proses penyidikan, petugas reserse Kepolisian Sektor Pancoran, Jakarta Selatan, sudah memanggil sejumlah saksi dan memeriksa barang bukti. Tapi, sampai dua pekan lalu, mereka belum berani menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi. “Yang pasti, korban perempuan melakukan perlawanan sebelum dia dibunuh,” kata Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Pancoran, Ajun Komisaris Suroto, dua pekan lalu.
Kepastian itu diperoleh polisi dari luka-luka di kedua pergelangan tangan korban, yang kuat diduga terjadi ketika korban bergulat menepis serangan pisau ke arah dirinya. Kondisi jilbab korban yang lepas juga membuat polisi berspekulasi bahwa pelaku mencoba memaksa korban melakukan sesuatu yang tak dikehendaki. Mengingat korban dikenal taat beribadah, sangat mungkin dia tak mau dipaksa melakukan hal yang tak semestinya. “Pelaku yang emosinya meledak, lalu membunuh korban,” kata Suroto.
Polisi menduga cekcok yang berujung tragedi itu terjadi pada sore hari, mengingat semua saksi tidak pernah melihat ada pertengkaran antara Mirza dan Eka sebelumnya. “Tapi ini semua belum final, kami masih terus melakukan analisis dan evaluasi,” kata Suroto.
Psikolog forensik, Lia Latief, menjelaskan bahwa cekcok menjelang pernikahan yang berujung pembunuhan bukan sekali-dua kali terjadi. “Ini sindrom Romeo dan Juliet,” katanya. Banyak pasangan yang hendak menikah dalam waktu dekat, kata Lia, mendadak menemukan ketidakcocokan yang menimbulkan konflik berat.
Masalah sederhana bisa berujung tragis jika pelaku merasa tak bisa menyelesaikan konflik yang mendadak muncul itu. “Akhirnya, dia merasa satu-satunya cara menyelesaikan masalah adalah dengan menghabisi korban," kata Lia.
Kemungkinan lain, kata Lia, adalah pembunuhan itu terjadi karena gejolak emosi sesaat. “Misalnya, si pria tiba-tiba mempunyai hasrat seksual, tapi pasangannya menolak,” kata Lia. Sayangnya, kesimpulan macam ini baru bisa dipastikan jika riwayat hidup pelaku bisa ditelusuri.
Dari latar belakang dan karakter pelaku, akan diketahui apakah ada kecenderungan pelaku melakukan kekerasan jika hasrat seksualnya tak terpenuhi. Masalahnya, latar belakang Mirza sampai saat ini amat gelap. Tak ada yang tahu siapa sebenarnya lelaki India ini.
Lia juga menduga pelaku mendadak merasa depresi akibat perbuatannya dan takut akan konsekuensi dari pembunuhan itu. “Akhirnya, daripada masuk penjara, dia memilih bunuh diri,” kata Lia.
MUNAWWAROH
Berita Terkait:
Misteri Kematian Calon Pengantin Kalibata (1)
Misteri Kematian Calon Pengantin Kalibata (2)
Misteri Kematian Calon Pengantin Kalibata (3)
Misteri Kematian Calon Pengantin Kalibata (4)
Misteri Kematian Calon Pengantin Kalibata (5)
Misteri Kematian Calon Pengantin Kalibata (6)
Misteri Kematian Calon Pengantin Kalibata (7)
Misteri Kematian Calon Pengantin Kalibata (8)