TEMPO.CO, Bekasi - Sebanyak 1.332 warga Perumahan Bulevar Hijau, Kecamatan Medansatria, mengancam memboikot pemilihan Kepala Daerah Kota Bekasi pada Ahad, 16 Desember 2012. Ancaman tersebut akan mereka wujudkan bila Pemerintah Kota Bekasi tidak menutup pabrik mi instan yang dinilai mencemari lingkungan.
"Kami tidak akan menggelar pemungutan suara jika pemerintah daerah tidak mengusut tuntas konflik warga dengan PT Prakarsa Alam Segar," kata Ketua RW 024, Suharto Alimudin, saat berdialog dengan komisioner Komisi Pemilihan Umum Kota Bekasi, Selasa, 27 November 2012. Adapun timbulnya konflik terkait dengan rencana perusahaan produsen mi instan tersebut yang akan menambah luas lahan pabrik di sekitar kawasan Jalan Bulevar Hijau.
Suharto mengatakan penolakan itu juga merupakan bentuk kekecewaan warga kepada Pemerintah Kota Bekasi. Sebab, mereka menilai pemerintah memberikan surat izin prinsip membangun untuk perluasan pabrik PT Prakarsa Alam Segar. Sedangkan warga setempat terancam hidup tidak sehat karena debu dari pengolahan tepung yang menimbulkan polusi.
Ia menjelaskan, bangunan pabrik yang diperluas terletak bersebelahan dengan Perumahan Bulevar Hijau, tepatnya di RW 024 Kelurahan Pejuang. Di RW tersebut tercatat ada sembilan RT yang dihuni sebanyak 660 Kepala Keluarga. Produsen mi instan itu pun berencana memperluas lahan pabrik hingga 21 hektare untuk tempat produksi tepung terigu, kecap, dan minyak.
"Kami khawatir pabrik baru akan menambah polusi karena memakai batu bara untuk membuat bahan baku," ujar Suharto. Selain itu, adanya pabrik di lingkungan padat penduduk membuat warga menjadi tidak nyaman akibat suara bising.
Sekretaris RW 024, Moesdar, menambahkan, penolakan warga terhadap perluasan lahan itu sudah berlangsung sejak 2008, saat surat izin perluasan pabrik ditandatangani Wali Kota Bekasi Mochtar Muhamad. Warga sekitar pun sudah memprotes dan mengajukan gugatan. "Namun saat ini masih dalam tahap kasasi di Mahkamah Agung," katanya.
Ia menjelaskan, pihak perusahaan dengan warga juga telah membuat perjanjian pada 12 November 2012. PT Prakarsa Alam Segar sepakat untuk tidak meneruskan pembangunan hingga turun keputusan MA. "Namun nyatanya mereka ingkar, proyek perluasan tetap berlanjut. Warga bahkan nyaris bentrok dengan pekerja pabrik," tutur Moesdar.
Moesdar pun mengaku curiga dengan keluarnya surat izin perluasan pabrik. Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009, pembangunan dan perluasan pabrik harus dilakukan di kawasan industri. Menurut dia, Perumahan Bulevar Hijau bukan kawasan industri, melainkan permukiman penduduk.
Lebih lanjut, ia menerangkan, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Ruang juga menyebut bahwa pabrik skala besar tidak boleh berdiri di kawasan padat penduduk. "Yang boleh hanya industri rumah tangga yang skala kecil," kata Moesdar.
Moesdar berharap Pemerintah Kota Bekasi segera menangani masalah tersebut karena dinilai bisa merugikan proses pilkada. Sedikitnya terdapat tiga tempat pemungutan suara, yakni TPS 99, TPS 100, dan TPS 101 yang terancam pasif menggelar pemungutan suara. Puluhan warga dan pengurus RW 024 juga secara resmi melayangkan surat penolakan untuk menjadi KPPS kepada KPU Kota Bekasi.
Ketua KPU Kota Bekasi Hendy Irawan mengatakan bakal melakukan dialog dengan perwakilan pengurus RW setempat. Nantinya, dialog diteruskan dengan tinjauan ke lokasi. Namun, menurut dia, tuntutan tersebut tidak ada korelasinya dengan penyelenggaraan pilkada. "Meski begitu kami berusaha mencari solusi," ujarnya.
Jika pengurus RW 024 tidak ingin menjadi KPPS, kata Hendy, KPU akan mencoba agar kepanitiaan itu diambil alih pengurus RW lain, yang lokasinya dekat dengan Perumahan Bulevar Hijau. "Masih sekadar usul, belum menjadi solusi," kata Hendy.
Ia menambahkan, rencana dialog akan digelar pada Rabu, 28 November 2012. KPU Kota Bekasi meminta pihak pengurus setempat untuk memfasilitasi percakapan itu di balai RW terkait.
MUHAMMAD GHUFRON