TEMPO.CO, Tangerang -Buruh yang diperbudak pemilik pabrik panci CV. Cahaya Logam di Desa Lebak Wangi, Sepatan, Kabupaten Tangerang, sudah pulang ke kampung halaman masing-masing.
Sebanyak delapan buruh asal Desa Blambangan, Lampung Utara, pulang dengan kendaraan roda empat dan dijemput Lurah Desa Blambangan, Sobri, dengan pengawalan reserse Polres Lampung Utara.
"Alhamdulillah sudah sampai di Desa Blambangan. Kami sudah serahkan kepada keluarga dan kedatangan warga kami disambut hangat," kata Sobri melalui sambungan telepon, Minggu, 5 Mei 2013.
Pemulangan buruh itu disaksikan utusan Bupati Lampung Utara, Zainal Abidin, dan Kepolisian resor Lampung Utara.
Para buruh asal Lampung ini, antara lain Andi Gunawan, Junaidi, Arifudin, Miswan, Iwan dan tiga lainnya sudah bisa tersenyum. Mereka sudah berganti pakaian, mandi, dan cukur rambut. Mereka juga sudah menyikat gigi setelah selama tiga bulan tidak mandi dan dalam keadaan yang memprihatinkan.
Kedelapan buruh ini bertolak Sabtu malam, 4 Mei 2013, sekitar pukul 22.00 WIB dari Jalan Baru Pemda Tigaraksa dengan disaksikan Komisioner Komnas HAM Sianne Andriani.
Sobri mengatakan warga yang pulang bersamanya ada delapan orang, termasuk Andi dan Junaidi, korban pelapor yang turut menjemput. Buruh asal Blambangan sebenarnya berjumlah sembilan orang. Satu orang, Majid, ternyata sudah pulang lebih dulu ke Lampung.
Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tangerang, Komisaris Shinto Silitonga mengatakan para buruh asal Cianjur, Jawa Barat, juga sudah bertolak dari halaman Polresta Tangerang pada hari yang sama. "Mereka pulang pukul 21.00 WIB," kata Shinto.
Tempo pada Sabtu siang bertemu dengan Lurah Sukagalih, Cianjur, Ujang. Dia datang bersama orang tua para buruh untuk menjemput warganya.
Kepada Tempo, Ujang meminta polisi terbuka dalam kasus ini. "Lurah Lebak Wangi terlibat, dan pasti tahu pabrik panci ini, dia harus ditindak," kata Ujang. Dia sempat meluapkan amarahnya kepada Lurah Lebak Wangi, Mursan, saat bertemu di kantor polisi.
Sebanyak 25 buruh disekap dalam ruang pengap, lembab, dan kotor di sebuah ruang tanpa alas tidur. Mereka diperbudak oleh pemilik pabrik, Yuki Irawan, dan beberapa centengnya dengan pukulan, tamparan, sundutan rokok dan menuangkan cairan alumunium panas di kaki buruh.
AYU CIPTA