TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh menyempatkan dialog dengan anak-anak anggota kepolisian yang tewas ditembak orang tidak dikenal. Dialog dilakukan seusai Nuh memberikan santunan beasiswa untuk anak-anak tersebut hingga Sarjana satu (S1). (Baca berita penembakan polisi selengkapnya)
Setelah acara ditutup, Nuh langsung menuju podium dan memanggil para anak-anak dari Ajun Inspektur Satu Dwiyatno, Brigadir Kepala Ahmad Maulana, Ajun Inspektur Dua Kus Hendratma, dan Ajun Inspektur Dua Sukardi. Mereka diminta untuk ke depan. "Saya mau berdialog sebentar kepada anak-anak yang ditinggal ayahnya gugur dalam tugas," kata Nuh di gedung pertemuan Asrama Polisi, Cipinang, Pulogadung, Jakarta Timur, Jumat, 13 September 2013.
Krisna, 12 tahun, putra dari Ajun Inspektur Satu Dwiyatna yang pertama kali diajak dialog dengan Nuh. Siswa kelas 1 SMP ini memiliki cita-cita untuk menjadi polisi seperti sang ayah. "Cita-citanya mau jadi Akpol," kata Krisna menjawab pertanyaan Nuh.
Mendengar jawaban Krisna, Nuh lantas bertanya motivasinya. "Saya bangga pada ayah, mau jadi seperti ayah," kata Krisna. "Mudah-mudahan kami doakan enam tahun lagi. Sekolah terus, kami doakan masuk Akpol," ujar Nuh.
Tidak hanya Krisna, putra pertama Brigadir Kepala Ahmad Maulana, Ahmad Aufa, 13 tahun, juga ingin menjadi polisi seperti sang ayah. "Mau jadi polisi nerusin bapak," ujar siswa kelas 2 SMP ini. "Kita doakan, tetap semangat," jawab Nuh.
Novita, 16 tahun, putri kedua dari Ajun Inspektur Dua Sukardi, juga bercita-cita menjadi polisi wanita. "Biar nerusin ayah. Ayah pernah berpesan harus rajin belajar," katanya yang masih duduk di bangku kelas 2 SMP. Namun, air mata Novita tidak dapat dibendung ketika Nuh bertanya tentang kesan dia terhadap sang ayah. "Kesannya....," belum menuntaskan jawabannya, ia menangis dan menutupi mukanya dengan kerudung putih yang dipakainya. Berusaha menenangkan Novita, Nuh mengatakan, "Doakan terus sang ayah," sambil menepuk pudak Novita. Novita hanya mengangguk dan menghapus air matanya.
Lain dengan Adam, 15 tahun putra kedua Ajun Inspektur Dua Kus Hendratma, ingin menjadi akuntan. "Aku mau jadi akutansi, tapi kalau enggak masuk mau jadi polisi. Polisi pilihan kedua," ujar siswa kelas 1 SMA ini. Nuh langsung bertanya, "Apa yang bisa kamu banggakan dari sang ayah," tanya Nuh. Adam langsung menjawab, "Semangatnya, bapak sangat rajin dan tegas didik anak."
Nuh memberikan bantuan berupa beasiswa dan biaya bantuan hidup perbulan Rp 600-700 ribu per anak. "Kami tidak menghitung biayanya. Untuk yang mahasiswa itu termasuk beasiswa bidikmisi. Mereka bebas biaya di perkuliahan negeri maupun swasta," ujarnya.
"Beasiswa akan diberikan sampai S1, tapi kalau ada yang mau melanjutkan kami siapkan. Yang penting ini (pendidikan) kami amankan dulu," kata Nuh.
Nuh menjelaskan, bagi anak korban polisi yang gugur ini telah duduk di perguruan tinggi, maka biaya yang telah dikeluarkan dapat dikembalikan lagi. "Kalau sudah sampai tingkat dua misalnya, uang yang telah dibayarkan akan dikembalikan karena akan diganti dengan bidikmisi ini," ujarnya. (Baca: Polri: Gaji Polisi Indonesia Terendah di Asean)
AFRILIA SURYANIS
Berita Lainnya: