TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Sekolah SMA 76 sekaligus Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti mengapresiasi langkah Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang mengubah sistem pengajuan Kartu Jakarta Pintar. Namun, menurut dia, sistem itu masih bisa disempurnakan.
"Kami menyambut baik rencana itu. Sekolah tempat yang tepat untuk memulai. Prosesnya bisa dilengkapi," ujar Retno saat dihubungi Tempo, Selasa, 3 Juni 2014.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan DKI Lasro Marbun mengatakan bahwa Surat Keterangan Tidak Mampu tak lagi menjadi acuan untuk pemberian KJP. Penentuan KJP akan melalui wali kelas siswa bersangkutan. (Baca: KPK: Dana Bansos Bukan untuk Kampanye Pemilu)
SKTM, yang sebelumnya menjadi syarat awal, sekarang menjadi syarat terakhir. Sekolah menentukan dulu mana siswa yang pantas menerima KJP, baru dilanjutkan dengan pemberian SKTM sebagai penegasan.
Alasan perubahan itu adalah untuk mencegah kecurangan dalam permohonan KJP. SKTM, misalnya, kerap diperjualbelikan agar siswa mampu pun bisa menerima KJP. (Baca: Jokowi Sulit Cairkan Dana Kartu Jakarta Pintar)
Retno mengatakan proses pengajuan KJP baru itu bisa dilengkapi dengan sistem validasi yang lebih mendalam. Sebagai contoh, kata Retno, staf sekolah yang menerima permohonan KJP melakukan validasi dengan mengecek tempat tinggal pemohon.
Retno menjelaskan, staf validasi tak langsung mendatangi pemohon terkait. Sebaliknya, staf mengumpulkan keterangan dari RT dan tetangga yang dekat dari pemohon. "Jangan ke pemohon langsung. Memang sambil sembunyi-sembunyi, tapi memakai surat resmi dan izin ke RT," ujar Retno.
Contoh lain validasi, kata Retno, bisa dengan meminta tanggapan siswa non-penerima KJP untuk mengecek keabsahan siswa penerima KJP. Menurut Retno, keterangan siswa bisa digunakan untuk menilai berhak atau tidaknya seorang siswa menerima KJP. "Bisa dimulai dengan memasang daftar penerima KJP dahulu kepada publik (siswa). Nanti kalau sudah dipasang kan ada tanggapan dari siswa. Jadi, ini seperti uji publik," ujarnya.
Retno menambahkan, sistem validasi mendalam itu tidak murah. Ia berkata ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan. Sebagai contoh, untuk validasi lapangan, perlu ada uang jalan. "Ini bukan apa-apa minta uang, ya. Ini karena tugas validasi di luar tupoksi guru. Jadi, mereka berhak menerima uang. Dinas perlu memikirkan hal itu jika hendak menerapkan sistem validasi ini," ujarnya.
Retno mengatakan bahwa sekolahnya sudah menjalankan sistem validasi itu. Adapun sistem sudah berjalan selama kurang lebih dua bulan. "Guru-guru yang punya inisiatif ini," ujarnya.
ISTMAN MP