TEMPO.CO, Jakarta - Pria berkaus biru itu tampak tenang memutar kendaraannya di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Sambil menunggu lampu hijau menyala, dari balik setirnya, dia sempat memanggil penumpang di seberang jalan untuk naik bus Kopaja P19 rute Tanah Abang-Ragunan yang dikemudikannya.
Sambil tersenyum, dia menjawab santai pertanyaan Tempo ihwal mengapa Kopaja yang dikemudikannya tak ditilang petugas Dinas Perhubungan atau polisi lalu lintas saat memutar di Bundaran HI. "Saya bisa memutar di sana, Bundaran HI, karena petugasnya saya suap, sogok," ujar Sugiyanto, bukan nama sebenarnya, Kamis, 5 Februari 2015.
Berdasarkan aturan, Kopaja atau Metro Mini jurusan Tanah Abang tak dibolehkan berputar di Bundaran HI. Namun, menurut pantauan Tempo, pada sore hari, terdapat beberapa Kopaja rute Ragunan-Tanah Abang berputar di sana.
Sugiyanto menjelaskan, setiap berputar di Bundaran HI, dia harus mengeluarkan uang Rp 10 ribu sebagai “salam tempel” untuk petugas. Menurut dia, uang tersebut nilainya lebih kecil dibanding bus harus terjebak macet karena berputar di Tanah Abang.
Pria kelahiran 1975 itu menjelaskan, jika dia berputar di Tanah Abang, dia hanya mampu narik sebanyak empat rit (putaran) dalam sehari. Sedangkan jika berputar di Bundaran HI, dia bisa narik sebanyak sepuluh rit per sehari.
Sugiyanto mengaku tak canggung berputar di Bundaran HI, apalagi jika jumlah penumpang menuju Tanah Abang hanya tinggal tiga orang atau tak ada penumpang sama sekali. "Ya, kami turunkan penumpang di sana, Bundaran HI," ujar pria yang tinggal di Ciganjur itu.
Pria yang sudah menjadi sopir Kopaja selama lima tahun itu menuturkan hanya berputar di Bundaran HI saat jam pulang kantor. Sekitar pukul 17.00 WIB, ujar Sugiyanto, banyak penumpang dari Bundaran HI yang menuju Stasiun Sudirman dan Blok M, Jakarta Selatan.
Namun, ketika ditanya berapa penghasilannya per hari, dia enggan merinci. "Sulit untuk merata-rata penghasilan, karena tak tentu," katanya.
Perilaku sopir Kopaja dan Metro Mini yang berputar di Bundaran HI dibenarkan oleh Wagimin, bukan nama sebenarnya. Kernet 49 tahun itu menuturkan sebagian sopir Kopaja banyak yang memutar di sana supaya bisa mengejar setoran. "Setoran Kopaja kami tinggi, sehari bisa mencapai Rp 550 ribu. Itu pun belum termasuk biaya solar," ujarnya.
Berputar di Bundaran HI, kata Wagimin, juga mempermudah sopir lain untuk aplusan, gantian. Kalau telat aplusan, sopir bisa dipecat pemilik Kopaja.
Namun pria yang telah memiliki tiga anak itu mengaku tidak tahu bahwa berputar di Bundaran HI harus membayar kepada petugas. "Saya tidak tahu. Itu menjadi urusan masing-masing," ujarnya sambil bergelantungan di pintu belakang Kopaja.
GANGSAR PARIKESIT