TEMPO.CO, Jakarta - Para orang tua diminta tidak menjadikan anak sebagai investasi atau miniatur. "Mereka harus memperlakukan anak sebagai manusia utuh yang memiliki potensi masing-masing," kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Susanto di kantornya, Selasa, 3 Maret 2015. Pendapat itu disampaikan terkait dengan ditangkapnya puluhan pelaku kejahatan jalanan di mana sebagian besar masih remaja.
Menurut Susanto, pencegahan keterlibatan anak dan remaja dalam kasus kejahatan begal perlu dilakukan keluarga dan pemerintah. Komisi Perlindungan Anak memberi rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, katanya, pemerintah perlu memberdayakan keluarga dan bukan hanya pada aspek ekonomi tetapi perlu juga adanya perspektif perlindungan anak.
Orang tua, ujarnya, jangan menganggap anak sebagai investasi atau miniaturnya. Kasus-kasus kekerasan yang ada di lingkungan rumah tangga kerap dipicu bias atau kesalahan pada cara orang tua memperlakukan anak.
Rekomendasi kedua, perlunya pemerintah pusat maupun daerah memastikan tidak adanya bibit-bibit kekerasan di sekolah. "Karena hampir setiap hari kami menerima laporan kasus kekerasan di lingkungan sekolah," kata dia.
Ia menilai perlunya mencabut akar-akar kekerasan di lingkungan sekolah untuk membersihkan anak dari tindak kejahatan maupun kekerasan. Sistem sekolah ramah anak menjadi salah satu jalan yang harus dipilih pemerintah untuk memperbaiki situasi. Sekolah ramah anak ini telah tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak nomor 8 tahun 2014.
Di dalamnya diatur beberapa prinsip, yaitu tidak adanya diskriminasi, antikekerasan, merendahkan martabat anak, mendahulukan kepentingan terbaik bagi anak, dan memperhatikan hak anak untuk hidup. Lalu adanya kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, hak anak untuk berpartisipasi, berkumpul dengan teman sebaya, dan didengar pendapatnya.
Ketiga, KPAI menyarankan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa seluruh tenaga pendidik dan kependidikan memiliki perspektif perlindungan anak sebagai dasar dalam membangun budaya pembelajaran yang ramah anak. Ia mengatakan pola pendidikan nasional Indonesia masih menggunakan sistem-sistem pendekatan teori pendidikan tanpa mengintegrasikan hak asasi manusia dalam sistem pendidikan.
MAYA NAWANGWULAN