TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengunjungi Masjid Keramat Luar Batang di Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat, 27 Maret 2015. Datang sekitar pukul 11.50 WIB, Djarot langsung melaksanakan salat Jumat.
Seusai salat Jumat, Djarot memberikan sambutan di dalam masjid. Dia mengaku sangat kagum terhadap sejarah Masjid Keramat Luar Batang. "Ini sangat memiliki nilai sejarah yang tinggi karena dibangun pada 1756," katanya. "Kalau ada prasasti mengenai sejarah masjid, harus kita jaga dan bangun, supaya generasi muda bisa mengetahui sejarah masjid ini."
Setelah memberikan sambutan, Djarot memberikan bantuan berupa Al-Quran dan buku tulis untuk anak-anak peserta Musabaqah Tilawatil Quran. Djarot kemudian menyalami sejumlah anggota jemaah masjid dan masuk ke makam pendiri masjid itu, Al-Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus. Djarot berdoa di makam itu. Dia juga membacakan surat Yasin.
Sebelumnya, Kepala Humas Masjid Keramat Luar Batang Yudo Sukmono menceritakan sejarah masjid tersebut. Sebenarnya, kata dia, masjid itu mulanya adalah rumah ibadah bernama An-Nur, yang berarti cahaya, yang didirikan pada 1739. "Awalnya masih berbentuk musala atau langgar," kata Yudo kepada Tempo.
Pendiri dan pemberi namanya, kata dia, adalah ulama asal Yaman selatan, Al-Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus. Namun kemudian tempat ibadah itu berubah nama menjadi Masjid Keramat Luar Batang.
Menurut Yudo, berdasarkan cerita turun-temurun, pada 24 Juni 1756, Sang Habib wafat. Ada yang mengatakan jenazah Habib Husein, yang diusung menggunakan kurung batang, rencananya dimakamkan di Yaman. Tapi ada juga yang mengusulkan jenazahnya dikebumikan di Tanah Abang.
"Namun setelah sampai di pemakaman, yang ada cuma kurung batangnya. Sedangkan jenazahnya tetap di rumah Habib Husein," ujarnya. Karena itu, jenazah Habib pun dimakamkan di dekat Masjid An-Nur. "Sejak saat itulah nama Musala An-Nur lebih dikenal sebagai Masjid Luar Batang. Makamnya menjadi Keramat Luar Batang." Kampung di sekitar Pasar Ikan itu pun diberi nama Kampung Luar Batang.
Pada zaman penjajahan Belanda, dia menambahkan, bangunan masjid itu tampak seperti gudang. Untuk menandai bahwa bangunan tersebut merupakan tempat ibadah, di halaman masjid dibangun bangunan seperti mercusuar dengan puncak menara serupa dengan kubah.
Arsitektur masjid itu bergaya campuran Arab-India-Cina. Pada awal 2000, pemerintah DKI menetapkan masjid itu sebagai bangunan cagar budaya. Bangunannya lalu direnovasi menjadi bergaya Turki-Jawa.
HUSSEIN ABRI YUSUF | AISHA SHAIDRA