TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta masih menunggu instruksi Dewan Pengurus Pusat (DPP) dan titah ulama dalam penentuan keputusan pemakzulan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. "Nanti tunggu hasil istikharah kiai, baru setelah itu kami putuskan ikut atau tidak," kata Sekretaris Fraksi PKB Mualif Z.A. kepada Tempo, 7 April 2015.
Setelah sidang paripurna angket Senin kemarin, lembaganya belum memutuskan ke mana arah selanjutnya sikap politik yang akan diberikan. Hingga kini, partai bentukan mendiang Gus Dur itu masih menunggu restu kiai dan arah kebijakan DPP PKB pusat. "Di sini kami tidak hanya berbicara sebagai legislatif, namun melihat manfaat dan mudaratnya memakzulkan Gubernur bagi warga Jakarta," ujarnya.
Selama proses lobi berlangsung, lembaganya terus merangkul sejumlah kiai untuk dimintai tanggapan, termasuk pengurus teras DPP pusat. "Kalau DPP pusat tugasnya Pak Ketua DPW, yang jelas beberapa kiai sudah kami mintai saran, kami menunggu," ucapnya.
Sambil menunggu titah kiai, ujar dia, ada beberapa hal yang bisa diambil PKB dalam penentuan keputusan hak menyampaikan pendapat (HMP) pada paripurna nanti, selain opsi pemakzulan pada deretan terakhir. Peringatan keras dan sanksi bisa diberikan PKB ketika Ahok benar-benar terbukti telah melenceng dalam melaksanakan tugasnya. "Semua opsi sedang kami kaji. Tetapi, kalau hak angketnya sendiri kan kami menolak, tunggu saja nanti," ujarnya.
Mualif mengakui aksi lobi beberapa fraksi tengah dilakukan saat ini. Bahkan, berdasarkan informasi yang berkembang, beberapa di antaranya sudah merayu petinggi DPW PKB agar bersedia gabung dalam upaya pemakzulan Ahok tersebut. "Kalau ke saya belum ada, mungkin ke Ketua Fraksi," ujarnya.
Kisruh DPRD dan Ahok semakin tajam. Opsi pemakzulan atau impeachment terhadap Ahok mulai bergulir di permukaan. Petinggi DPRD DKI menggunakan jalur itu karena serapan APBD DKI 2014 yang dilakukan pemerintah DKI di bawah komando Ahok terlalu rendah. Selain itu, pendapatan yang diterima DKI pada tahun anggaran 2014 tidak mencapai target.
Serapan anggaran tahun 2014 adalah Rp 43,4 triliun dari total APBD Perubahan 2014 sebesar Rp 72,9 triliun. Adapun pendapatan yang diperoleh Pemerintah Provinsi DKI tahun lalu hanya mencapai Rp 52,17 triliun dari target Rp 72,9 triliun.
Kondisi itu semakin akut. Sebab, dokumen APBD 2015 yang dikirim ke Kementerian Dalam Negeri berbeda dengan APBD yang sudah disahkan pada rapat paripurna 27 Januari lalu. Tak ayal, perseteruan Ahok dan DPRD pun semakin menjadi.
JAYADI SUPRIADIN