TEMPO.CO, Jakarta - Tiga fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta menyatakan menolak membahas Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. "Kami usulkan pembahasan ditunda dahulu," kata Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Selamat Nurdin saat dihubungi, Ahad, 24 Mei 2015.
Menurut dia, sebelum aturan itu dibahas, persoalan yang ada di pantai utara Jakarta, seperti reklamasi dan pencurian pasir, harus diusut dahulu. "Lebih baik eksekutif paparkan saja dahulu permasalahannya," ucapnya.
Selain itu, peraturan zonasi, ujar Selamat, sangat erat kaitannya dengan Raperda Kawasan Pantura, aturan mengenai reklamasi 17 pulau. Jika dibahas terpisah, dia khawatir tidak memecahkan semua persoalan. "Dibahasnya berbarengan."
Ketua Fraksi Partai Demokrat Lucky Prihatta Sastrawiria menilai Raperda Zonasi belum pantas dibahas Dewan. "Naskah akademiknya masih kurang," tuturnya.
Demokrat, kata dia, sepakat membahas jika draft aturan sudah dilengkapi dengan kajian dari pakar. Dia mengaku belum memahami dasar hukum mengenai zonasi laut utara Jakarta.
Pendapat yang sama diungkapkan Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya Abdul Ghoni, yang menolak membahas aturan itu. Dia menolak karena tersiar kabar bahwa telah terjadi praktek suap dalam rencana pembahasan aturan tersebut. "Indikasinya, ada anggota Dewan yang disuap," kata Ghoni.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tuty Kusumawati berujar, mengenai reklamasi 17 pulau memang diatur dalam Raperda Pantura. Meski demikian, Raperda Zonasi juga menyinggung soal reklamasi. "Dua aturan ini saling melengkapi," ucapnya.
Pemerintah Provinsi DKI berencana membuat 17 pulau reklamasi di utara Jakarta. Untuk merealisasikan rencana itu, pemerintah membuat dua aturan, yakni Raperda Zonasi dan Raperda Pantura, sebagai payung hukum reklamasi.
Dua aturan tersebut menyempurnakan aturan lama, yaitu Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Kawasan Reklamasi.
ERWAN HERMAWAN