TEMPO.CO, Jakarta - Ayah Akseyna Ahad Dori, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Indonesia yang ditemukan tewas di Danau Kenanga, Universitas Indonesia, pada 28 Maret 2015, Kolonel Sus Mardoto, mengeluarkan pernyataan resmi lewat blog-nya ihwal meninggalnya Akseyna.
Dalam blog yang ditulis pada 25 Maret 2015 berjudul "Pernyataan Resmi Keluarga Akseyna Ahad Dori Mengenai Apa yang Selama Ini Disebut sebagai “Surat” Akseyna Ahad Dori (ACE) bin Mardoto", Mardoto menuliskan keluarga Akseyna sangat tidak meyakini apa yang yang selama ini disebut sebagai “surat” Akseyna ditulis oleh Akseyna.
Menurut Mardoto, surat yang disebut-sebut sebagai surat yang ditulis oleh anaknya diserahkan kepadanya oleh seorang mahasiswa. Kemudian, surat itu diserahkan Mardoto kepada penyidik kepolisian.
Dia menjelaskan urutan penemuan surat itu. Pada Senin, 30 Maret 2015, sekitar pukul 12.00 WIB, Mardoto mendatangi Rumah Sakit Polri Kramatjati untuk melihat jenazah yang ditemukan di Waduk Kenanga UI. Namun saat itu Mardoto masih ragu-ragu untuk memastikan karena sulit untuk memastikan hanya dengan melihat kondisi fisik jenazah yang banyak lebam dan raut wajah yang berubah jauh dari wajah anak yang selama ini dikenalinya.
Mardoto kemudian menuju Kepolisian Sektor Beji, Depok, untuk melihat perlengkapan dan pakaian yang digunakan saat jenazah diketemukan. Namun, ia tidak diizinkan oleh salah satu anggota Polsek Beji yang ditemui. Petugas beralasan foto yang dibawa Mardoto dan ditunjukkan kepada petugas tersebut tidak mirip dengan foto jenazah yang ditemukan dan dipunyai Anggota Polsek Beji tersebut.
“Padahal, jika saat itu bisa mengecek perlengkapan/pakaian yang dikenakan jenazah saat ditemukan, tentu konfirmasi/kepastian identitas jenazah bisa muncul lebih cepat,” ujar Mardoto.
Lalu, Mardoto melanjutkan, sekitar pukul 16.00 WIB dia menuju gedung Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Indonesia untuk mencari informasi tentang Akseyna. Kala itu ia ditemui oleh dua pengajar Jurusan Biologi.
Di ruang pertemuan tersebut ternyata sudah ada dua orang mahasiswa yang mengenalkan diri sebagai teman Ace, begitu keluarga biasa memanggil Akseyna.
“Setelah berbincang-bincang beberapa saat, salah satu dari mereka menyerahkan surat yang katanya ditulis oleh Akseyna kepada saya. Penyerahan surat itu disaksikan oleh dua pengajar Jurusan Biologi tersebut. Padahal pada saat itu, saya belum mengkonfirmasi/memastikan bahwa jenazah yang berada di RS Polri Kramatjati adalah Ace, sehingga dapat dipastikan polisi belum bergerak ke tempat kos Ace,” ujar Mardoto.
Teman Akseyna, Mardoto melanjutkan, menyebutkan bahwa ia mendapatkan surat itu dari kamar Akseyna ketika ia masuk dan menginap di kamar anaknya itu pada malam sebelumnya, yakni pada Minggu malam, 29 Maret 2015.
Dari gedung Jurusan Biologi, kemudian Mardoto ke Gedung Biru (Kantor Keamanan UI) dan setelah itu sekitar pukul 17.00 WIB, Mardoto kembali menuju ke Polsek Beji. Setelah diizinkan melihat perlengkapan/pakaian yang dikenakan jenazah saat ditemukan, barulah Mardoto mengkonfirmasi hasil identifikasinya bahwa jenazah tersebut adalah jenazah anaknya.
Setelah itu, dilakukan penyusunan berita acara pemeriksaan. Saat itulah Mardoto menyerahkan “surat” yang diterimanya dari seorang mahasiswa tadi kepada pihak penyidik/polisi.
“Jadi penemuan 'surat' yang selama ini beredar di media massa sebagai diketemukan polisi saat melakukan penyelidikan di kamar kos Ace adalah tidak benar karena 'surat' tersebut nyata-nyata bukan diketemukan oleh polisi, melainkan diserahkan langsung oleh seorang mahasiswa yang mengaku sebagai teman Ace kepada saya, kemudian saya menyerahkannya kepada penyidik/polisi,” kata Mardoto.
GRACE S GANDHI