TEMPO.CO, Depok - Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail mengatakan masuknya beras sintetis ke Indonesia merupakan proses perdagangan tidak bermoral. Selain itu, ia mengatakan peredaran beras sintetis merupakan pembunuhan kepada para pedagang beras.
Depok, kata dia, belum membuat tim khusus untuk mengawasi peredaran beras plastik. "Penindakannya diserahkan kepada pihak kepolisian. Ini perdagangan tidak bermoral," kata Nur Mahmudi usai acara lepas sambut Kapolresta Depok di Balai Kota Depok, Senin malam, 25 Mei 2015.
Baca Juga:
Nur sendiri mengaku baru mendengar sekilas isu keberadaan beras sintetis. Namun ia melihat kabar yang merebak sudah meresahkan masyarakat. "Bagi yang menjual harus hati-hati dan mengetahui perbedaannya," ucapnya.
Ia mengatakan nasi merupakan konsumsi utama orang Indonesia. Atas kejadian ini, kata dia, tidak boleh mendiskreditkan untuk memakan beras. Yang diperlukan hanya imbauan agar berhati-hati terhadap beras sintetis itu. "Tapi jangan banyak-banyak makan beras. Cukup sehari saja," ucapnya.
Seperti diketahui, satu orang keluarga di Depok diduga keracunan beras plastik yang mereka konsumsi. Naiman, 55 tahun, warga RT 03/02 Kelurahan Ratujaya, Cipayung, Depok, mendapatkan beras plastik dari tempat kerjanya di Perumahan Depok Jaya, Pancoranmas.
Naiman mengatakan setelah mengkonsumsi beras tersebut ia sekeluarga mengalami sakit perut, muntah-muntah, dan sulit buang air besar. "Anak saya muntah-muntah seharian. Saya dan istri mual dan sakit perut, tapi tidak muntah. Berasanya seharian," kata Naiman, yang menjadi petugas kebersihan di perumahan tersebut.
Naiman mendapatkan beras sintetis tersebut Sabtu, 16 Mei 2015. Ia mendapatkan 12 liter beras, yang diberikan dari 40 rumah yang ada di perumahan itu. Beras tersebut dibagi dua dengan rekan sekerna Naiman, yakni Nurman.
IMAM HAMDI