TEMPO.CO, Tangerang - Kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta menggagalkan penyelundupan 17 koli sisik trenggiling. Nilai 17 koli sisik binatang yang dilindungi itu diperkirakan mencapai Rp 2,1 miliar
Penyelundupan sisik trenggiling itu, kata Kepala Bea dan Cukai Soekarno-Hatta Okto Irianto, diduga dilakukan untuk kepentingan pembuatan sabu dan obat nyeri pasca-operasi. “Barang itu diberitahukan pengirim sebagai kuda laut kering dari Cibinong dengan tujuan pengiriman Kwutong, Hong Kong,” kata Okto di Tangerang, Rabu, 27 Mei 2015.
Menurut Okto, sebelumnya pihaknya menemukan sisik trenggiling selundupan tiga kali. Yang pertama, pada 13 Januari 2015, pihaknya menemukan barang bukti 188 kilogram sisik trenggiling yang di gudang ekspor Garuda Bandara Soekarno-Hatta.
Selundupan kedua ditemukan pada 25 Januari 2015 dengan barang bukti 17 kilogram sisik trenggiling, juga ditemukan di gudang ekspor Garuda Bandara Soekarno–Hatta. Barang itu diberitahukan sebagai plastik. Sedianya sisik trenggiling itu akan dikirim melalui kantor pos dengan tujuan Hong Kong.
Berikutnya, pada 26 Januari 2015, petugas Bea-Cukai menemukan barang bukti 200 kilogram yang diberitahukan sebagai food stuff. Barang tersebut berasal dari Kamerun dan masih tersimpan di gudang impor JAS Bandara Soekarno-Hatta.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta Awen Supranata mengatakan telah menelusuri kantor pos tempat sisik trenggiling itu dikirim. Ketika alamat pengirim dicari, petugas Bea-Cukai menemukan rumah kosong. "Rumahnya tidak berpenghuni. Kami masih kembangkan lagi," ujar Awen.
Berdasarkan Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, tiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, dan memperdagangkan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati. "Bila terbukti, terancam penjara lima tahun dan denda Rp 100 juta," ujar Awen.
AYU CIPTA