TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Sekretaris Daerah DKI Jakarta Bidang Pembangunan, Mara Oloan Siregar, mengatakan biaya pembangunan proyek mass rapid transit (MRT) diprediksi bakal membengkak. Dari hasil perhitungan sementara, nilainya bertambah sekitar Rp 1,3 triliun.
“Itu hasil perhitungan sementara,” kata Oloan saat dihubungi pada Rabu, 27 Mei 2015.
Oloan menjelaskan, nilai itu dilaporkan oleh direksi PT MRT Jakarta dalam rapat yang berlangsung di Balai Kota pada Selasa, 26 Mei 2015. Dalam laporan tersebut, penambahan biaya itu disebabkan oleh perubahan desain, perubahan spesifikasi baja pada konstruksi, dan pembebasan lahan.
Meski ada penambahan, Oloan mengatakan nilai itu tidak secara otomatis disetujui oleh pemerintah DKI Jakarta. Pemerintah meminta PT MRT menjabarkan poin-poin perubahan dua poin pertama berupa penyebab dan alasan diperlukannya perubahan, desain baru yang dirancang, dan kajian desain tersebut.
Khusus untuk baja, Oloan menuturkan, perubahan dilakukan agar konstruksinya tahan gempa. “Itu standar dari pemerintah pusat,” katanya.
Ihwal pembebasan lahan, Oloan berkata, justru andilnya lebih kecil ketimbang dua penyebab lainnya. Sekitar 80 persen proyek MRT dibangun di atas lahan milik negara. Itu artinya, perusahaan bisa melanjutkan pengerjaan secara simultan pada lahan yang sudah tersedia. “Selama ini seolah-olah pembebasan lahan yang andilnya paling besar.”
Setelah ada penjelasan yang diminta, Oloan menambahkan, nilai tersebut akan diverifikasi oleh tim dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, dan pemerintah DKI Jakarta. Sebab, pendanaan proyek itu ditanggung oleh kedua institusi. “Ini beban bersama-sama.”
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan opsi lain pembebasan lahan yang masih buntu melalui penilaian juru taksir independen atau appraisal. Setelah itu pemilik lahan bisa langsung mengurus pembayarannya melalui sistem konsinyasi ke pengadilan negeri. “Seharusnya tahun ini selesai,” tuturnya.
LINDA HAIRANI