TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya membentuk satuan tugas khusus untuk menyelidiki kasus kematian Akseyna Ahad Dori. Satgas itu akan dipimpin Kepolisian Resor Depok agar misteri tewasnya mahasiswa Universitas Indonesia itu bisa segera diungkap.
"Kami dari Polda sifatnya membantu mengawal kasusnya," kata Direktur Kriminal Umum Polda Komisaris Besar Krisnha Murti kepada Tempo, Selasa, 2 Juni 2015.
Krisnha mengatakan satgas itu secara resmi dibentuk pada Selasa, 2 Juni 2015. Salah satu tugas pertama tim tersebut adalah menelusuri ulang kematian Akseyna dari awal. Dia menyebutkan salah satu tantangan dari satgas itu adalah mengumpulkan bukti-bukti agar kasus tersebut bisa selesai.
Selain itu, tim khusus ini mesti bekerja sesuai hasil otopsi yang dianggap kurang sempurna. Sebab, tubuh mahasiswa jurusan biologi itu baru ditemukan beberapa hari setelah meninggal dunia. "Memang jasadnya sudah diotopsi ulang, tapi tetap hasilnya tidak sempurna," ujarnya.
Adapun hasil otopsi ulang setelah jasad Akseyna dikubur adalah temuan bahwa terdapat luka pada bagian tubuh korban. Luka itu merupakan luka dalam dan luka pada bagian luar tubuh.
Krisnha mengatakan polisi juga akan merangkai kembali barang bukti lain untuk mengungkap kematian Akseyna. Beberapa barang bukti yang ditelusuri kembali adalah alibi-alibi dari para saksi. Hingga saat ini, polisi sudah memeriksa 25 saksi. "Jadi kami cari motifnya ini seperti apa," tuturnya.
Para saksi itu diperiksa kembali agar penyelidikan polisi berhasil merangkai sejumlah fakta yang belum ditemukan. Namun dia menolak berasumsi bahwa para saksi memiliki kaitan dengan kematian Akseyna. "Kalau ada asumsi saksi terlibat justru penyelidikan akan menyimpang," ucapnya.
Polisi pun sudah menyiapkan tiga skenario sebagai panduan penyelidikan. Tiga opsi itu adalah skenario pembunuhan, kecelakaan, dan bunuh diri. Krisnha menyatakan skenario pembunuhan akan diterapkan lebih untuk membongkar kasus tersebut. "Yang jelas, skenario bunuh diri itu adalah opsi terakhir," katanya.
Ayah Akseyna, Kolonel (Sus) Mardoto, berharap polisi segera menuntaskan kasus tersebut. Sebab, selama ini sudah banyak bukti yang dianggap cukup untuk mengungkap kematian mahasiswa asal Yogyakarta tersebut. "Karena secara fisik saya duga itu memang dibunuh atau karena faktor orang lain," ujarnya.
Dia pun menyebutkan sejumlah kejanggalan yang muncul setelah anaknya tewas. Kejanggalan itu terlihat dari luka fisik pada tubuh Akseyna, yakni kepala dan wajah yang menghitam serta luka lebam pada bagian dada dan punggung. "Juga ada bekas jeratan di leher korban," tuturnya.
Kejanggalan lain adalah surat wasiat Akseyna yang ditemukan beberapa saat setelah dia meninggal dunia. Dia yakin surat itu tidak ditulis oleh Akseyna karena berbeda dengan tulisan anaknya. Dugaan itu diperkuat oleh grafolog yang menyatakan bahwa surat itu tidak identik dengan tulisan Akseyna. "Saya bukan ahli, tapi polisi harus lihat bukti-bukti yang sudah ada itu," ucapnya.
Akseyna ditemukan tewas pada 28 Maret 2015. Dalam paru-paru pria 18 tahun itu ditemukan air dan pasir. Hal itu terungkap setelah hasil forensik juga menyatakan bahwa Akseyna masih bernapas saat berada di dalam air. Namun hingga saat ini polisi belum berhasil mengungkap kematian tersebut.
DIMAS SIREGAR