TEMPO.CO, Bekasi - D, 41 tahun, orang tua W, 12 tahun, mengaku terpaksa mencabut laporan polisi kasus pencabulan yang menimpa anaknya karena tak memiliki biaya mengurus kasus tersebut di Kepolisian. "Bolak-balik ke kantor polisi butuh uang," kata D kepada Tempo, Kamis, 2 Juli 2015.
D melaporkan seorang guru olahraga di sekolah dasar negeri berinisial S, 32 tahun, ke Unit Perlindungan Anak dan Perempuan Kepolisian Resor Kota Bekasi Kota. Ditengarai guru itu telah menyetubuhi anaknya yang masih duduk di bangku kelas VI. "Saya tidak terima, kesal, anak saya digituin," kata ibu rumah tangga ini.
D menjelaskan bahwa peristiwa itu terjadi pada awal Juni 2015. Ketika itu seorang pelajar memergoki S sedang mencabuli W. Akibat adanya peristiwa itu, sekolah menjadi ramai. Awalnya hanya di kalangan murid, tapi lantas merebak ke sejumlah warga. "Setelah anak saya didesak, ternyata benar," kata dia.
D langsung melapor ke Polresta Bekasi Kota dengan laporan polisi LP/965/k/VI/spkt/2015. Awalnya, proses penyelidikan berjalan lancar. Ia menghadirkan tujuh orang saksi dari warga sekitar, bahkan anaknya juga menjalani visum untuk membuktikan siswi itu mengalami pelecehan seksual oleh gurunya.
Di sinilah permasalahan dimulai. Setiap kali dilakukan pemeriksaan, D mengaku harus merogoh kocek sedikitnya Rp 150 ribu. Uang itu untuk membiayai saksi pada saat diperiksa di Unit PPA Polresta Bekasi Kota. "Buat ongkos dan makan di kantor polisi," kata D. Selama kasus itu bergulir, ia mengaku sudah mengeluarkan uang sebesar Rp 3 juta. Itu pun hasil meminjam ke sejumlah orang di sekitar rumahnya.
ADI WARSONO