TEMPO.CO , Jakarta: Selama satu jam Wahyu Pratama dipajang di peron Stasiun Tanah Abang. Bajunya dilepas petugas keamanan dan tangannya diborgol. "Ayo, ibu-ibu yang mau foto pencopet ini," ujar salah seorang petugas pada Rabu petang, 1 Juli 2015.
Wahyu Pratama tertangkap basah mencopet ponsel milik Holis, warga Depok dan Rahmawati, warga Bogor serta Rosa di Stasiun Tanah Abang. Lima rekannya berhasil kabur naik kereta yang menuju Duri dan Bogor dengan membawa sejumlah ponsel hasil copetan.
Puluhan penumpang kereta komuter memotret wajah Wahyu. Ibu-ibu yang gemas menjambak rambutnya. Beberapa pria bahkan memukul perut, muka dan menendang punggung Wahyu. "Beraninya mencopet perempuan," ujar seorang pria.
Setelah itu, Wahyu dan tiga perempuan yang jadi korban, naik kereta komuter dibawa ke Stasiun Manggarai. Di dalam ruangan, celana Wahyu dilucuti hingga tinggal pakaian dalam. Suara pukulan dan tendangan oleh petugas keamanan stasiun terdengar dari luar. Bak buk bak buk.
Mereka menginterogasi Wahyu untuk menanyakan nama dan alamat komplotannya. "Mereka kita tangani di sini, biar ada efek jera. Kalau dibawa ke polisi, percuma, akhirnya dilepas," kata Kapten Marinir Dede Putra, Wakil Komandan Satuan Tugas Pengamanan Kereta Api Commuter Jabodetabek.
Memang, beberapa kali pencopet diserahkan ke kantor polisi untuk diproses lebih lanjut. Namun karena dianggap pencurian ringan akhirnya dilepas. "Bahkan ada polisi yang meminta penumpang yang jadi korban mencabut laporannya," kata seorang petugas KAI.
Dari interogasi kepada pencopet yang tertangkap, petugas berniat memburu komplotan pencuri itu. Suara rintihan terdengar dari ruang interogasi di Stasiun Manggarai.
Wahyu menggelepar di lantai. "Dia cuma pura-pura saja kalau asmanya kambuh. Kasih minum lagi," kata seorang petugas, satu jam menjelang waktu berbuka puasa pada Rabu petang lalu.
UNTUNG WIDYANYO